TEMPO.CO, Bangkok – Militer Thailand setuju untuk menyerahkan kontrol manajemen lahan komersial seluas 160 ribu hektar ke kementerian Keuangan.
“Mulai sekarang, militer akan menyerahkan semua proyek kepada kementerian Keuangan untuk dipertimbangkan cara melanjutkannya berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku,” kata General Teerawat Boonyawat, kepala staf angkatan darat seperti dilansir Reuters pada Senin, 17 Februari 2020.
Transfer pengelolaan aset dan bisnis ini berarti semua pemasukan uang akan ditampung oleh kementerian Keuangan. Sedangkan sebagian pendapatan akan diserahkan untuk kesejahteraan anggota militer.
Soal ini, pejabat kementerian keuangan mengatakan akan menghitung nilai bisnis yang dikelola militer selama ini.
“Saya belum dapat mengatakan berapa banyak laba yang dari bisnis militer karena kami harus menghitungkan,” kata Prasong Poontaneat, pejabat di kementerian Keuangan Thailand.
Poontaneat mengatakan pemerintah akan melibatkan kalangan profesional untuk menghitung dan mengelola aset ini.
“Kami akan membawa sejumlah profesional untuk membuat bisnis ini menguntungkan bagi kesejahteraan tentara dan meningkatkan transparansi,” kata Poontaneat.
Ini merupakan bagian dari upaya reformasi atas praktek bisnis yang dilakukan militer pasca insiden penembakan massal oleh seorang tentara akibat kesepakatan properti yang bermasalah.
Seperti diberitakan Bangkok Post, Mayor Jakrapanth Thomma, menembak mati 29 orang, termasuk komandan dan seorang tentara serta melukai 57 warga selama aksi penembakan massal pada pekan lalu. Dia juga sempat melakukan penyanderaan di pusat perbelanjaan Terminal 21 di sana sambil membawa senapan mesin dan ratusan amunisi.
Jakrapanth, yang dikenal mahir menembak, akhirnya tewas ditembak pasukan polisi dan tentara yang mengepung mal itu dan mengakhiri insiden berdarah selama 19 jam.
Insiden nasional dan menjadi pemberitaan media global ini memunculkan pertanyaan mengenai keterlibatan militer dalam aktivitas komersil. Thailand baru saja memulai transisi menjadi negara demokrasi dari sebelumnya dipimpin junta militer selama 5 tahun lalu.