TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Dewan HAM PBB merilis daftar 112 perusahaan yang memiliki hubungan bisnis dengan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, Palestina, pada Rabu.
Laporan yang dirilis pada 12 Februari adalah laporan lama yang sempat tertunda dirilis Dewan HAM PBB. Daftar mengungkapkan bahwa 94 perusahaan itu berdomisili di Israel dan 18 lainnya terdaftar di enam negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Luksemburg, Belanda, Thailand, dan Prancis, seperti dikutip dari Reuters, 13 Februari 2020.
Seorang juru bicara untuk Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan laporan itu bukan daftar hitam dan tidak dimaksudkan memasukkan kegiatan bisnis mereka sebagai ilegal.
Tetapi ini adalah masalah sensitif karena perusahaan-perusahaan yang disebutkan namanya bisa menjadi sasaran boikot atau divestasi yang dimaksudkan untuk menekan Israel atas permukimannya.
"Kami menuntut perusahaan segera menutup kantor pusat dan cabang mereka di dalam permukiman ilegal Israel karena keberadaan mereka bertentangan dengan resolusi internasional dan AS," tulis Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh di halaman Facebook-nya.
Dia mengatakan akan menuntut perusahaan melalui lembaga hukum internasional dan di pengadilan di negara mereka karena ambil bagian dalam pelanggaran hak asasi manusia di Palestina. Palestina juga bisa menuntut kompensasi untuk penggunaan tanah Palestina yang diduduki secara ilegal, katanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak laporan itu dan menyebutnya bias dan tidak berpengaruh.
"Alih-alih berurusan dengan hak asasi manusia, badan ini mencoba mengkambinghitamkan nama Israel. Kami menolak segala upaya seperti itu dengan tegas dan jijik," katanya dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz menyebut laporan itu sebagai aksi melakukan kepada kelompok-kelompok anti-Israel.
Menurut New York Times, publikasi daftar itu dilihat sebagai kemenangan bagi gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), yang berupaya menekan Israel secara ekonomi atas permukiman ilegal.
Pemerintah Israel memandang BDS, yang memiliki pendukung di banyak negara termasuk di Amerika Serikat, sebagai rencana anti-Semit untuk mendelegitimasi Israel. Pendukung BDS menyangkal tuduhan itu.
Sebagian besar perusahaan yang terdaftar berada Israel tetapi beberapa di antaranya adalah perusahaan internasional, termasuk Motorola Solutions, General Mills, Airbnb, TripAdvisor, dan Expedia dari Amerika Serikat; Alstom dan Egis Rail dari Perancis; dan JC Bamford Excavators of Britain.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, yang menyusun dan menerbitkan daftar, bertindak sesuai dengan instruksi oleh Dewan Hak Asasi Manusia pada 2016.
Publikasi daftar datang sehari setelah Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengecam rencana pemerintahan Trump untuk perdamaian Timur Tengah dalam sebuah pidato di New York. Rencana itu akan memungkinkan Israel untuk mencaplok sekitar 30 persen Tepi Barat, termasuk semua permukimannya di sana, sambil menawarkan potongan-potongan wilayah Palestina yang dihubungkan oleh terowongan dan jembatan yang mereka sebut negara.
Israel merebut Tepi Barat dalam perang 1967. Warga Palestina dan sebagian besar dunia memandang permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, tetapi Amerika Serikat dan Israel membantahnya.
Amerika Serikat pada dasarnya mendukung hak Israel untuk membangun permukiman pada 18 November tahun lalu dan mengubah pandangan sebelumnya bahwa permukiman Israel "tidak konsisten dengan hukum internasional".