TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump mengatakan tidak masalah jika Filipina ingin mengakhiri kerja sama militer dengan Amerika Serikat, setelah Duterte resmi menghentikan pakta Visiting Forces Agreement (VFA).
Ucapan Trump bertentangan dengan respons Menteri Pertahanan AS Mark T. Esper, yang cemas penghentian kerja sama pertahanan ini.
"Tidak masalah. kita akan menghemat banyak uang," kata Trump di Oval Office sebagai jawaban atas pertanyaan seorang reporter, dilaporkan Stars and Stripes, 13 Februari 2020. "Saya memiliki hubungan yang sangat baik di sana, tetapi saya benar-benar tidak keberatan jika mereka ingin melakukan itu."
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr. mengumumkan pada Selasa bahwa pemberitahuan penghentian Visiting Forces Agreement telah diajukan ke Kedutaan Besar AS di Manila pada hari itu. Pakta tersebut, yang telah berlaku sejak 1999, dijadwalkan berakhir 180 hari setelah pemberitahuan itu.
Dikutip dari Reuters, Menteri Pertahanan AS Mark Esper menyebut keputusan itu "tidak menguntungkan" ketika Washington dan sekutunya menekan Cina untuk mematuhi aturan internasional di Asia.
Kedutaan AS di Manila menyebut penghentian VFA sebagai "langkah serius dengan implikasi yang signifikan." Keputusan ini muncul setelah Duterte marah karena Departemen Luar Negeri AS dilaporkan membatalkan visa sekutu politik dan mantan kepala polisi Filipina yang diduga terlibat dalam pembunuhan di luar proses hukum dalam kampanye perang anti-narkoba Duterte.
Sementara Trump sering menyatakan keinginan untuk memulangkan pasukan AS yang ada di luar negeri, dan telah menekan sekutu Amerika agar membayar lebih banyak untuk pengerahan pasukan AS di luar negeri.
Trump mengatakan Amerika Serikat telah membantu Filipina mengalahkan militan ISIS. Dia mengatakan dia memiliki hubungan sangat baik dengan Duterte dan menambahkan, "kita akan melihat apa yang terjadi."
Kerja sama pertahanan antara Filipina dan Amerika Serikat kembali ke awal 1950-an ketika kerja sama pertahanan diatur oleh pakta Mutual Defence Treaty (MTD), yang tetap utuh hingga saat ini, bersama dengan Enhanced Defence Cooperation Agreement (EDCA) yang dibuat semasa pemerintahan Obama.
VFA, yang ditandatangani pada tahun 1998, memberikan status hukum kepada ribuan tentara AS yang dirotasi di Filipina untuk bantuan kemanusiaan dan latihan militer, puluhan di antaranya berlangsung setiap tahun.
Ini adalah pertama kalinya Duterte membatalkan perjanjian dengan Amerika Serikat setelah lebih dari tiga tahun menjabat, mengecam Washington karena kemunafikan dan karena memperlakukan Filipina "seperti anjing dengan tali".
Duterte berpendapat bahwa kehadiran pasukan AS membuat Filipina target potensial untuk agresi.
Duterte sendiri lebih menyukai hubungan yang lebih hangat dengan Cina dan Rusia daripada Amerika Serikat. Presiden Filipina memuji CIna dan Rusia dengan mengizinkan donasi militer dari keduanya, setelah Amerika Serikat mengurangi kontribusi militer sekitar USD 1,3 miliar atau Rp 17,8 triliun yang dialokasikan sejak 1998.