TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Filipina ingin mengakhiri waralaba ABS-CBN, jaringan televisi yang sering mengkritik kebijakan Presiden Rodrigo Duterte, pada Senin.
Jaksa Agung Jose Calida, mengajukan pengaduan ke pengadilan tertinggi Filipina, dengan menuduh ABS-CBN Corp dan anak perusahaannya, ABS-CBN Convergence, karena melanggar operasi waralaba yang diberikan oleh Kongres, yang akan berakhir pada bulan Maret, dikutip dari New York Times, 11 Februari 2020.
Langkah ini dilakukan terlepas dari kenyataan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat belum mulai membahas beberapa undang-undang yang mendukung pembaruan waralaba. Tidak jelas bagaimana petisi Calida akan mempengaruhi undang-undang itu.
"Kami ingin mengakhiri apa yang kami temukan sebagai praktik ABS-CBN yang sangat kejam yang menguntungkan segelintir orang dengan mengorbankan jutaan pelanggan setianya," kata Calida dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan langkah tersebut. "Praktik-praktik ini tidak diperhatikan atau diabaikan selama bertahun-tahun."
Kepada CNN Filipina Senin kemarin, ABS-CBN mengecam petisi yang diajukan oleh Jaksa Agung Jose Calida untuk membatalkan waralaba jaringan, yang katanya merupakan bagian dari upaya bersama untuk mematikan jaringan.
"Kantor Pengacara Umum mengajukan kasus quo warranto terhadap ABS-CBN atas dugaan pelanggaran waralaba tampaknya merupakan upaya untuk menutup ABS-CBN karena prasangka serius jutaan orang Filipina yang mengandalkan jaringan untuk berita, hiburan, dan layanan publik," kata saluran ABS-CBN.
"ABS-CBN mematuhi semua undang-undang terkait yang mengatur waralaba dan telah mendapatkan semua persetujuan pemerintah dan peraturan yang diperlukan untuk operasi bisnisnya," tambahnya.
Menurut Calida, jaringan ABS-CBN meluncurkan layanan berlangganan TV Plus dan Saluran KBO tanpa persetujuan dari Komisi Telekomunikasi Nasional.
Menurut petisi, di antara pertunjukan bermasalah yang ditayangkan tanpa izin adalah pertandingan tinju bayar per tayang, spesial Pekan Suci, dan konser.
"Pada Februari 2019, meskipun tidak ada izin dari NTC dan pedoman akses bersyarat, KBO Channel meraup 1,2 juta pelanggan dan konsumen untuk mendaftar dalam layanan TV ini," tuduh petisi yang diajukan Calida.
Petisi itu menyebutkan belum ada kasus pencabutan hak waralaba perusahaan televisi atau radio sebelumnya.
Pengacara Marichu Lambino, seorang ahli hukum media dan etika di Fakultas Komunikasi Massa University of the Philippines, menekankan bahwa hak untuk kebebasan pers sangat penting bagi bangsa ini, dan mengatakan penutupan jaringan akan menjadi "hari yang sangat gelap" bagi negara.
"Kami berharap Mahkamah Agung bertindak secara bijaksana dan mengikuti semua preseden tentang apakah itu dapat mencabut waralaba legislatif atau tidak, atau apakah itu akan melaksanakan atau tidak regulasi administratif yang ditempatkan pada Komisi Telekomunikasi Nasional," kata Lambino.
Presiden Rodrigo Duterte secara pribadi telah berjanji untuk membuat saluran dan anak perusahaannya keluar dari bisnis, bahkan mengatakan kepada eksekutifnya untuk menjual perusahaan. Dia sebelumnya juga secara terbuka berbicara tentang kemarahannya terhadap ABS-CBN karena tidak menayangkan iklan politiknya selama pemilihan Mei 2016, di mana dia akhirnya menang. Namun, Calida bersikeras bahwa kasus ABS-CBN tersebut tidak bermotif politik.
ABS-CBN, bersama dengan situs berita daring Filipina Rappler, telah berada di garis depan dengan pemberitaan kritis tentang kampanye anti-narkoba berdarah Duterte, yang telah menewaskan hampir 6.000 orang sejak Duterte menjabat presiden pada 2016.