TEMPO.CO, Jakarta - Setelah memastikan semua orang menggunakan masker dan membersihkan tangan dengan cairan khusus pembersih tangan, keluarga Qiao berjalan menuju Taman Jingshan, yakni tempat wisata yang dulunya tempat kudus selain Kota Terlarang di Ibu Kota Beijing, Cina.
“Kami tahu soal situasi yang beredar dimana virus corona sangat parah, namun tempat ini cukup jauh sehingga kami rasa kami akan baik-baik saja di sini. Tuhan memberikan kami kesempatan untuk menikmati waktu bersama keluarga, salju turun dan hari libur,” kata Qiao, yang membawa piknik putrinya, 11 tahun, seperti dikutip dari ndtv.com.
Dua petugas berjaga di pintu masuk Forbidden City yang ditutup di Beijing, Cina, 25 Januari 2020. Tak hanya membatalkan perayaan Imlek, pemerintah Cina juga menutup sejumlah tempat wisata akibat virus Corona yang tengah menghantui tersebut. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Suasana Beijing yang berpenghuni 21,5 juta jiwa biasanya ramai dengan pemandangan orang berlalu-lalang, bermain dan berfoto ditempat-tempat wisata. Akan tetapi, saat ini jalan-jalan Ibu Kota Cina itu kosong dan area parkir terlihat tenang dengan hanya suara burung berkicau.
Bukan hanya Beijing, suasana yang sama juga terjadi di Shanghai, sebuah Kota yang menjadi pusat keuangan Cina. Beberapa kota-kota populer di Cina sekarang berubah menjadi kota-kota hantu setelah Pemerintah Cina memperpanjang libur Imlek dan meminta masyarakat agar tidak keluar rumah jika tidak ada hal mendesak karena penyebaran virus corona.
Hingga 8 Februari 2020, virus corona telah menewaskan 722 orang dan hampir 32 ribu orang terjangkit virus mematikan ini di penjuru Cina. Lebih dari sepertiga kasus pasien dengan virus corona yang muncul, terjadi di Provinsi Hubei, sebuah wilayah diduga sumber penyebaran virus corona. Provinsi Hubei terletak sekitar seribu kilometer dari Ibu Kota Beijing.
Kondisi itu telah membuat hanya segelintir orang berani keluar rumah. Seorang satpam di Taman Jingshan mengatakan kurang dari sepertiga dari jumlah turis yang biasanya datang ke tempat wisata itu. Salah satu tempat yang menjadi incaran turis untuk berfoto yakni salju di luar tempat wisata Kota Terlarang, tampak tidak ada kerumunan orang. Padahal biasanya bus-bus wisata dan kelompok tur wisata dengan berbagai dialek bahasa selalu memenuhi tempat itu.
“Tahun lalu ketika salju turun, saya membutuhkan waktu berjam-jam untuk tiba ke tempat wisata sini. Kerumunan turis berlapis-lapis. Namun tahun ini, saya tak perlu berebut saat hendak berfoto di tempat yang bagus. Virus vorona ini telah membuat orang-orang tetap berada di rumah,” kata Yang, seorang laki-laki 30 tahun.
Hal serupa juga disampaikan oleh satpam di sekitar Wangfujing, yakni kawasan pejalan kaki yang menjadi tempat perbelanjaan di Kota Beijing. Normalnya area ini penuh sesak oleh orang-orang saat musim libur Imlek. Namun area itu sekarang sepi, bahkan lebih banyak terlihat aparat keamanan ketimbang turis.
Tempat-tempat usaha, termasuk toko-toko, bar dan restoran, terpukul oleh penyebaran virus corona, dimana Pemerintah Cina melarang acara kumpul-kumpul, bahkan berkumpul untuk sekadar makan bersama. Langkah itu bagian dari upaya menekan penyebaran virus corona.