TEMPO.CO, Jakarta - Merek fashion ternama Burberry menyebut penyebaran virus corona telah membuat permintaan produk itu di wilayah Cina dan Hong Kong mengalami penurunan drastis. Padahal kedua pasar itu penting bagi Burberry.
Dikutip dari asiaone.com, sebanyak 24 dari total 64 gerai Burberry di Cina terpaksa ditutup. Jumlah pembeli yang mengunjungi toko-toko Burberry yang masih buka pun turun signifikan. Toko-toko Burberry yang masih bertahan juga setiap hari hanya buka sebentar.
“Wabah corona di wilayah daratan Cina telah berdampak negatif pada permintaan barang bermerek. Saat ini kami belum bisa memprediksi sampai kapan situasi ini akan terus berlangsung, namun kami cukup percaya diri dengan strategi kami sekarang ini,” kata Marco Gobbetti, CEO Burberry.
Ilustrasi gerai Burberry. Sumber: Pinterest
Warga negara Cina berkontribusi secara global pada penjualan retail Burberry sebanyak 40 persen. Hal ini sejalan dengan rata-rata sektor barang-barang mewah secara keseluruhan.
Burberry menyebut turis asal Cina yang berbelanja ke negara-negara Eropa dan destinasi lain tidak mengalami penurunan signifikan, namun menyusul meluas larangan melancong untuk mengantisipasi penyebaran virus corona maka hal ini bisa berdampak negatif pula dalam beberapa pekan ke depan. Burberry terkenal dengan produknya seperti mantel dan syal.
Sebelumnya Burberry mengalami kerugian pula setelah unjuk rasa selama tujuh bulan di Hong Kong, meskipun permintaan di wilayah Cina daratan tidak berdampak sebelum wabah virus corona terjadi.
Hingga Kamis, 6 Februari 2020, jumlah korban tewas akibat terjangkit virus corona di wilayah daratan Cina naik menjadi 636 kasus. Sedangkan kasus pasien dengan virus corona menyentuh angka 31.161 kasus.
Cina telah menutup beberapa kota, membatalkan penerbangan dan menutup beberapa pabrik sebagai upaya untuk menahan penyebaran virus corona. Ibu Kota Beijing saat ini mulai seperti kota hantu, dimana jalan-jalan utama dan tempat wisata sepi.