TEMPO.CO, Jakarta - Empat warga Palestina tewas ditembak oleh aparat Israel dan puluhan lainnya terluka dalam kekerasan yang meningkat dalam 24 jam terakhir.
Pasukan Israel pada Kamis menembak mati dua warga Palestina yang berdemonstrasi di Jenin, menolak penghancuran rumah warga Palestina.
Menurut laporan Al Jazeera, 7 Februari 2020, mengutip kantor berita resmi Palestina WAFA, salah seorang korban tewas adalah siswa berusia 19 tahun bernama Yazan Abu Tabekh. Yang kedua diidentifikasi sebagai polisi Palestina Tareq Badwan.
Militer Israel mengatakan serangan itu untuk menghancurkan rumah Ahmad Qanba, seorang Palestina yang dituduh membantu sel Hamas di Tepi Barat.
Bentrokan besar pecah dan pemuda Palestina melemparkan batu ke pasukan Israel, kata saksi mata. Militer mengatakan pasukannya telah mengidentifikasi sejumlah teroris bersenjata yang melemparkan bom rakitan dan menembak ke arah mereka.
Namun, Gubernur Jenin Akram Rajoub mengatakan petugas polisi yang terbunuh itu berdiri di luar kantor polisi terdekat ketika dia ditembak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara kepada media di Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem 30 Mei 2019. [REUTERS / Ronen Zvulun / File Photo]
Para pemimpin Israel pada Kamis mengecam Otoritas Palestina dan menuduh Presiden Mahmoud Abbas mendorong dan menghasut warga Palestina menyerang Israel di Tepi Barat dan Yerusalem.
"Ini tidak akan membantu Anda. Bukan penikaman, bukan serangan penabrakan mobil, bukan serangan penembak jitu, dan bukan hasutan...Kami akan melakukan segala yang diperlukan untuk menjaga keamanan kami, mengamankan perbatasan kami, dan menjamin masa depan kami. Kami akan melakukan ini dengan Anda atau tanpa Anda," kata PM Netanyahu dikutip dari Times of Israel.
Sementara itu, berita Channel 12 melaporkan bahwa pihak keamanan Israel tidak percaya bahwa Abbas bertanggung jawab atas meningkatnya ketegangan.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, berada dalam urutan ke-46 dalam daftar 500 Muslim berpengaruh di dunia. REUTERS/Lucas Jackson
Pernyataan kantor Mahmoud Abbas mengatakan bahwa apa yang disebut kesepakatan abad ini telah menciptakan ketegangan dengan memaksakan fakta-fakta palsu di lapangan.
"Kesepakatan apa pun yang tidak memenuhi hak-hak rakyat kita dan tidak bertujuan untuk menciptakan perdamaian yang adil dan komprehensif tidak terhindarkan akan menyebabkan eskalasi yang kita saksikan hari ini," kata Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Abbas. "Rakyat Palestina dan kepemimpinan mereka akan berdiri kokoh melawan semua konspirasi ini dan mereka akan menggagalkan mereka seperti yang mereka lakukan dalam semua konspirasi sebelumnya, terlepas dari pengorbanannya."
Kekerasan terjadi di tengah ketegangan yang meningkat setelah rilis rencana Timur Tengah Presiden AS Donald Trump pekan lalu, yang menurut para kritikus sangat menguntungkan Israel dan ditolak oleh Palestina.
Kekerasan telah menimbulkan kekhawatiran akan pertempuran lanjutan dalam konflik yang telah berlangsung beberapa dasawarsa.
Proposal Trump akan mengizinkan Israel untuk mencaplok semua permukiman dan sebagian besar Tepi Barat Palestina yang dianeksasi Israel. Sebagai imbalannya, rencana itu akan memberikan otonomi terbatas kepada warga Palestina di kantong-kantong yang tersebar yang dikelilingi oleh Israel, tetapi hanya jika Palestina memenuhi syarat yang hampir mustahil.