TEMPO.CO, Jakarta - Empat tentara Turki tewas dan sembilan lainnya terluka setelah pasukan pemerintah Suriah membombardir Provinsi Idlib pada Senin.
Kementerian Pertahanan Turki mengatakan pasukan Turki segera membalas, menghancurkan target di wilayah Idlib, dikutip dari Reuters, 3 Februari 2020. Kementerian tidak memaparkan rinci serangan balasan Turki.
Sementara dilaporkan Hurriyet Daily News, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan akan melanjutkan membalas serangan terhadap pasukannya di Idlib.
Berbicara kepada wartawan sebelum berangkat ke Ukraina, Erdogan mengatakan artileri Turki menghantam sekitar 46 sasaran.
"Mereka yang menguji tekad Turki dengan serangan keji seperti itu akan menyadari kesalahan mereka," kata Erdogan.
Dia menambahkan bahwa Turki tidak akan menerima upaya Rusia untuk meredakan ketegangan. "Tidak mungkin bagi kita untuk tetap diam ketika tentara kita mati syahid," kata Erdogan.
Kantor berita Turki, Anadolu, mengutip Kementerian Pertahanan Turki mengatakan para prajurit, yang dikirim sebagai bala bantuan ke wilayah tersebut untuk tujuan mencegah konflik di zona eskalasi Idlib, diserang oleh pasukan Assad, meskipun lokasi mereka sebelumnya dikoordinasikan.
"Kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menargetkan pasukan Suriah, kami menargetkan pasukan rezim Suriah hanya karena merekalah yang menyerang tentara Turki kami," kata Erdogan, dikutip dari Al Jazeera.
"Kita tidak bisa duduk diam. Sebagai tanggapan, kita akan meminta pertanggungjawaban semua yang bertanggung jawab atas serangan terhadap tentara Turki. Dan, saat kita berbicara, pertahanan udara dan pesawat tempur kita sedang melakukan operasi masing-masing."
Erdogan mengklaim bahwa serangan balasan itu menewaskan antara 30 dan 35 tentara Suriah.
Perkembangan itu terjadi sehari setelah konvoi besar militer Turki pindah ke daerah itu pada hari Minggu di tengah serangan baru pemerintah Suriah yang didukung oleh jet Rusia yang.
Konvoi militer Turki terdiri dari puluhan kendaraan lapis baja, truk tangki bahan bakar dan truk flatbed yang mengangkut tank dan pengangkut personel lapis baja.
Turki telah mendirikan 12 pos militer di sekitar Idlib sejalan dengan kesepakatan 2018 antara Rusia, Iran dan Turki untuk zona de-eskalasi di wilayah tersebut.
Provinsi Idlib adalah rumah bagi sekitar tiga juta orang, banyak dari mereka mengungsi dari bagian lain Suriah dalam serangan kekerasan sebelumnya.
Menurut PBB, hampir 390.000 orang, terutama perempuan dan anak-anak, telah meninggalkan rumah mereka di Suriah barat laut sejak 1 Desember tahun lalu. Turki menampung lebih dari 3,5 juta pengungsi Suriah dan mewaspadai gelombang masuk baru.
Pemerintah Suriah dan sekutu utamanya Rusia mempertahankan operasi militer di Idlib bertujuan mengusir "teroris" dari wilayah itu, sesuai dengan perjanjian de-eskalasi 2018.
Kelompok bersenjata Hay'et Tahrir al-Sham, mantan afiliasi al Qaeda yang dianggap oleh Rusia dan Turki sebagai organisasi "teroris", mengendalikan sebagian besar Idlib.
Rusia dan Turki bekerja sama akhir tahun lalu dalam menetapkan perbatasan zona aman di wilayah terpisah di timur laut Suriah, menyusul operasi terhadap milisi Kurdi yang dijuluki "teroris" oleh Turki.