TEMPO.CO, Jakarta - Advokat imigran dan anggota sejumlah kelompok HAM pada Jumat, 31 Januari 2020 mengecam keputusan kontroversial Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memperluas larangan melancong warga dari sejumlah negara ke Negeri Abang Sam. Mereka yang memprotes menyebut kebijakan ini sama dengan mempersenjatai hukum imigrasi untuk memajukan agenda xenophobia.
Dikutip dari aljazeera.com, penambahan negara yang warganya dilarang menetap secara permanen di Amerika Serikat (AS) di bawah kebijakan ini adalah Kyrgyzstan, Myanmar, Nigeria, Sudan dan Tanzania. Sebelumnya Amerika Serikat telah menerbitkan larangan masuk ke negara itu bagi warga negara Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman. Sedangkan Korea Utara dan Venezuela diberlakukan pembatasan penerbitan visa namun langkah-langkah itu tidak berdampak banyak pada para pelancong.
Protes, 31 Januari 2020, menentang kebijakan larangan masuk Amerika Serikat pada warga dari negara tertentu. Sumber: Tony Gentile/Reuters/aljazeera.com
Penambahan negara yang warganya dilarang masuk ke Amerika Serikat di bawah kebijakan ini akan berlaku per 21 Februari 2020. Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Chad Wolf, mengatakan lewat kebijakan ini, maka Amerika Serikat akan membekukan penerbitan sejumlah visa izin tinggal tetap bagi warga negara dari Kyrgyzstan, Myanmar, Nigeria, Sudan dan Tanzania. Aturan ini tidak berlaku bagi mereka yang mengajukan visa non-imigran.
Menurut Wolf, Pemerintah Amerika Serikat akan menghentikan penerbitan visa keragaman pada warga negara Sudan dan Tanzania. Visa keragaman, yang dikritisi oleh Presiden Trump, biasanya diberikan kepada para pemohon dari negara-negara yang tingkat imigrasinya ke Amerika Serikat rendah.
“Pemerintahan Trump terus mendorong supremasi kulit putih dan kebijakan – kebijakan eksklusif yang mendiskriminasi keimanan, asal negara dan status imigrasi seseorang,” demikian diteriakkan kelompok-kelompok HAM pada Jumat, 31 Januari 2020.
Menurut Javiera Jamil, pengacara dari Keamanan Nasional dan Hak-hak Sipil bagi Keadilan Warga Asia-Amerika, pemerintah Amerika Serikat terus mempersenjatai undang-undang imigrasi untuk memajukan agenda xenophobia. Itu berkaca dari kalangan muslim yang terus menjadi kambing hitam hingga sekarang melebar ke larangan melancong komunitas imigran kulit hitam.
Presiden Trump pertama kali menerbitkan larangan melancong ke Amerika Serikat pada Januari 2017 kepada hampir seluruh imigran dan pelancong dari tujuh negara Islam. Kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan dan kemarahan di bandara-bandara di penjuru Amerika Serikat. Kebijakan ini kemudian direvisi, namun pada Juni 2018 pengadilan Mahkamah Agung Amerika Serikat menguatkan kebijakan itu.