TEMPO.CO, Jakarta - Selandia Baru memutuskan akan menyelenggarakan pemilu pada 19 September 2020, dimana Perdana Menteri Jacinda Ardern kembali maju. Pada saat yang sama, masyarakat di negara itu juga akan melakukan referendum terkait masalah legalisasi ganja dan suntik mati Eutanasia .
Dikutip dari reuters.com, Ardern masih sangat populer di kalangan pemilih beraliran liberal di luar negeri. Sikap Ardern dalam merespon penembakan massal, fokusnya pada perubahan iklim, multilateralisme dan kemampuannya menggabungkan sikap keibuannya dan kepemimpinan, membuatnya banyak disukai. Namun popularitas Ardern di dalam negerinya terdampak oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat dan rendahnya kepercayaan bisnis.
“Saya akan meminta pada seluruh masyarakat Selandia Baru agar terus mendukung kepemimpinan saya dan arah pemerintahan saat ini, yang didasarkan pada stabilitas, penguatan ekonomi dan kemajuan jangka panjang tantangan yang dihadapi oleh Selandia Baru,” kata Ardern.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Arden mengheningkan cipta sebagai bentuk penghormatan korban tewas gunung berapi di Pulau Whilte. Sumber: Reuters.com
Sebelumnya pada Desember lalu, Kementerian Keuangan Selandia Baru memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Selandia Baru 2020 dan menandai adanya defisit anggaran terkait Bexit dan perang dagang Amerika Serikat – Cina. Pemerintah Selandia Baru pada bulan lalu mengumumkan anggaran infrastruktur US$ 7,7 miliar atau lebih dari Rp 95 triliun untuk mencoba menghadapi faktor-faktor hambatan itu.
Dua survei yang dilakukan pada Oktober 2019 memperlihatkan dukungan pada partai berkuasa Selandia Baru saat ini berada di titik terendah sejak 2017. Popularitas Ardern dalam survei itu juga memudar, namun dia masih menjadi sosok yang diperhitungkan oleh rival-rival politiknya. Dalam sebuah wawancara dengan media pada bulan lalu, Ardern mengatakan bahwa dia menyadari ada beberapa tugas yang harus diselesaikan, namun partainya masih mendapat cukup tinggi dukungan.