TEMPO.CO, Jakarta - Tiga roket jatuh ke area sekitar kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Ibu Kota Bagdad, Irak, pada Minggu, 26 Januari 2020. Kantor Kedutaan Amerika Serikat bukan pertama kali ini menjadi sasaran.
Beberapa bulan lalu, kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat itu ikut menjadi sasaran ketika ribuan demonstran anti-pemerintah melakukan protes di penjuru Irak. Demonstran menyerukan agar kantor Kedutaan itu ditutup.
Dikutip dari asiaone.com, dalam serangan roket 26 Januari 2020 itu, Washington mengklaim tidak ada korban luka. Satu roket menghantam bagian kantin saat jam makan malam dan dua roket lainnya mendarat di area dekat kantor Kedutaan. Washington menyalahkan fraksi-fraksi militer di Irak yang diduga mendapat dukungan dari Iran.
Namun sumber di pemerintah Irak mengatakan setidaknya satu orang terluka dalam serangan itu. Tidak ada informasi seberapa serius luka-luka yang dialami korban dan apakah orang yang terluka itu warga negara Amerika Serikat atau staf lokal dari Irak yang bekerja di sana. Kedutaan Amerika Serikat belum mau berkomentar saat ditanya hal ini.
Pada Minggu, 26 Januari 2020, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyerukan kepada Pemerintah Irak agar memenuhi kewajiban melindungi fasilitas – fasilitas diplomatiknya.
Perdana Meneri Irak, Adel Abdel Mahdi, dan Juru bicara Parlemen Irak, Mohammed Halbusi mengutuk serangan pada kantor Kedutaan Amerika Serikat itu. Keduanya mengingatkan serangan tersebut berisiko membawa Irak terperosok dalam peperangan setelah pada bulan lalu, Irak berada di tengah pertempuran antara Amerika Serikat dan Iran.
Sebelumnya, sebuah serangan di pangkalan militer Irak telah menewaskan seorang kontraktor asal Amerika Serikat. Serangan itu dibalas oleh Amerika Serikat yang secara khusus mengincar fraksi militer yang didukung Iran atau yang dikenal Kateeb Hezbullah.
Sekitar 5.200 tentara Amerika Serikat ditempatkan Irak sebagai pusat koalisi memeringai kelompok radikal ISIS, namun serangan Amerika Serikat ke Kota Bagdad telah menewaskan pejabat tinggi militer Iran, Qassem Soleimani, Kepala Pasukan khusus Garda Revolusi Iran hingga akhirnya memunculkan seruan agar Amerika Serikat angkat kaki dari Irak .