TEMPO.CO, Pyongyang – Media resmi Korea Utara melansir sejumlah berita yang meminta publik bersiap untuk konfrontasi jangka panjang dengan Amerika Serikat.
Ini membuat optimisme membaiknya hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat terlihat semakin padam.
“Pemerintah terlihat bekerja keras dalam beberapa pekan terakhir ini menggunakan media negara dan poster propaganda serta pertunjukan untuk memperingatkan publik soal hubungan memburuk dengan Amerika Serikat dan tekanan internasional," begitu dilansir Reuters pada Senin, 27 Januari 2020.
Perayaan Tahun Baru Imlek di Korea Utara termasuk dihadiri pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, dan pejabat lain. Ada pesan kepada para pemimpin agar mengatasi masalah di masa depan.
Ini merupakan pesan lazim kepada rakyat Korea Utara. Namun, ini juga menunjukkan para pemimpin Korea Utara melihat tidak ada terobosan diplomasi segera.
“Pesannya adalah kebijakan politik luar negeri AS dan sanksinya akan semakin keras. Ini akan semakin membuat sulit masa depan,” Andray Abrahamian, seorang ahli dari George Mason University di Korea.
Hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat sempat membaik saat Kim Jong Un dan Presiden AS, Donald Trump bertemu beberapa kali di Singapura, Vietnam, dan Panmunjom. Namun, hubungan itu semakin memburuk setelah permintaan Kim Jong Un agar AS melunakkan syarat negosiasi tidak dipenuhi.
Kim Jong Un meminta AS mencabut beberapa sanksi ekonomi kepada negaranya agar bisa mengimpor sejumlah komoditas dari luar negeri. Namun, AS tidak setuju karena meminta Korea Utara mencopot semua senjata nuklirnya.
Kegagalan Kim Jong Un saat meminta pengurangan sanksi ekonomi kepada AS membuat posisinya menjadi sulit.
“Pada 2012, Kim Jong Un berjanji kepada rakyatnya tidak bakal ada lagi pengencangan ikat pinggang. Jadi permintaannya kepada itu memiliki pesan yang sangat jelas,” Abrahamian.