TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Minggu, 26 Januari 2020, memohon maaf atas peran negaranya dalam kejadian pembantaian total sekitar enam juta pemeluk Yahudi atau yang dikenal dengan nama Holocaust. Rutte juga minta maaf selama kejadian Holocaust negaranya kurang melakukan langkah nyata dalam mencegah umat Yahudi dari persekusi.
Permohonan Rutte itu mencatatkannya sebagai Perdana Menteri Belanda pertama yang meminta maaf secara resmi atas kejadian Holocaust.
“Kepada mereka yang selamat dari kejadian Holocaust dan berada diantara kita, saya memohon maaf atas nama negara untuk perbuatan yang dilakukan Pemerintah Belanda saat itu. Saya melakukan ini karena saya menyadari tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan sesuatu yang sangat besar dan buruk seperti Holocaust,” kata Rutte, dalam sebuah acara memperingati 75 tahun pembebasan kamp kematian Auschwitz di Kota Amsterdam, Belanda, Senin, 27 Januari 2020.
Kuburan massal genosida Holocaust di Mauthausen [collections.ushmm.org]
Beberapa Pemerintahan Belanda sebelum kepemimpinan Rutte, sudah meminta maaf kepada pemeluk Yahudi yang selamat dalam Perang Dunia II ketika mereka berhasil pulang ke rumah dari kamp-kamp pembantaian. Namun pemerintahan Belanda sebelumnya itu tidak mengeluarkan pernyataan mengutuk atas persekusi umat Yahudi dan kelompok minoritas lainnya selama pendudukan Jerman.
Menurut Rutte, terlalu banyak pegawai di institusi pemerintahan yang mengikuti perintah Jerman, tanpa menyadari konsekuensi-konsekuensi atas tindakan mereka terhadap masyarakat. Sekitar 102 ribu dari total enam juta pemeluk Yahudi yang tewas dibantai dalam peristiwa Holocaust berasal dari Belanda.
“Kita tanyakan diri kita sendiri, bagaimana ini bisa terjadi (Holocaust)? Secara keseluruhan, kita tidak banyak berbuat. Tidak cukup membuat perlindungan, tidak cukup memberikan bantuan dan tida cukup pengakuan,” kata Rutte.