TEMPO.CO, Jakarta - Pariwisata dipandang sebagai sektor yang paling terdampak akibat penyebaran virus Corona. Sebab, virus yang menyebabkan gangguan pernafasan dan demam tinggi itu memaksa pemerintah Cina untuk menahan warga mereka agar tidak berpergian di kala libur Tahun Baru Cina nanti. Pergerakan besar-besaran di kala libur Tahun Baru Cina ditakutkan memperparah penyebaran virus.
Sektor pariwisata di berbagai negara memang diketahui cukup bergantung pada kehadiran turis-turis asal Cina. Sebagai contoh, dari total angka kedatangan turis internasional per tahun di Australia, 15 persennya berasal dari Cina. Tahun 2003, prosentasenya hanya 4 persen sebagaimana dikutip dari Reuters, Kamis, 23 Januari 2020.
Jumlah turis asal Cina yang menggunakan penerbangan internasional juga sangat besar. Tahun 2003, angkanya hanya 6,8 juta per tahun. Tahun 2018, angkanya sudah menyentuh 63,7 juta per tahun berdasarkan data dari otoritas penerbangan Cina. Hal itu menyumbang ke pendapatan industri penerbangan global, dari 322 miliar Dollar AS di tahun 2003 menjadi 838 miliar Dollar AS di tahun 2018.
Mengacu pada data tersebut plus melihat pergerakan turis Cina yang mulai dibatasi, tak mengherankan jika sektor pariwisata atau lebih spesifiknya industri penerbangan terdampak. Mengutip Reuters, setidaknya 60 persen dari 184 penerbangan dari Wuhan, pusat penyebaran Corona, sudah dibatalkan.
Tak berhenti di situ, berbagai maskapai penerbangan di Asia juga sudah menutup jalur penerbangan mereka ke Wuhan. Beberapa di antaranya adalah Korean Air Lines, Singapore Airlines, China Airlines, dan ANA dari Jepang. Bahkan, ada juga maskapai yang akhirnya menunda membuka rute ke Wuhan seperti T'Way Airlines asal Korea Selatan.
"Apakah seluruh pasar (penerbangan) terdampak (virus Corona), sangat sulit ditebak dan benar-benar di luar kendali industri penerbangan," ujar Brendan Sobie, analis penerbangan asal Singapura.
Belum diketahui akan seberapa lama sektor pariwisata dan penerbangan Asia akan terdampak. Menurut berbagai maskapai penerbangan dan agen perjalanan, hal tersebut bergantung pada keberanian turis. Sebagai contoh, Reuters menyebut Philippine Airlines, Garuda Indonesia, dan Japan Airlines mengaku belum melihat adanya pelambatan pemesanan tiket oleh turis untuk terbang ke Cina.
Kontras dengan maskapai Thomas Cook India, mereka menyebut calon penumpang mulai khawatir terbang ke Cina. Beberapa dari mereka, menurut Country Manager Thomas Cook India Rajeev Kale, memilih untuk melihat perkembangan penanganan Corona dulu.
"Sebagian besar penumpang kami memilih wait and see terhadap perkembangan penanganan virus Corona," ujar Kale.
Apabila berkaca pada wabah SARS pada tahun 2003 lalu, demand penerbangan di Asia bisa anjlok hingga hampir 50 persen akibat virus Corona. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) menyebut virus SARS merubuhkan 45 persen dari permintaan penerbangan ke Asia kala itu.
REUTERS | ISTMAN