TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia mengirim balik sekitar 150 kontainer berisi sampah, yang datang dari sejumlah negara maju.
Negara itu seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, dan Kanada.
Otoritas Malaysia mengatakan negara itu tidak akan menjadi tempat pembuangan sampah dunia.
Malaysia mulai mengalami masalah kedatangan kontainer sampah plastik ilegal sejak 2018. Ini terjadi setelah pemerintah Cina mulai menolak pengiriman sampah ke negara itu untuk didaur ulang.
“Pemerintah akan memastikan Malaysia tidak akan menjadi tempat sampah dunia,” kata Yeo Bee Yin, menteri Lingkungan Malaysia, dalam pernyataan di Facebook dan dilansir CNN pada Senin, 20 Januari 2020.
Yeo mengatakan telah memerintahkan pengiriman balik 3.737 metrik ton sampah ke 13 negara selama ini.
Sedangkan dari 150 kontainer sampah yang baru datang, 43 kontainer dikirim balik ke Prancis, 42 ke Inggris Raya, 17 ke AS dan Kanada 11 kontainer.
Menurut Yeo, kapal pengapalan akan menanggung biaya pengembalian kontainer sampah ini.
Pemerintah Cina mulai melakukan pembersihan lingkungan dengan melarang ekspor sampah ke negara itu.
Ini menimbulkan gangguan besar dalam lalu lintas ekspor sampah dunia, yang akhirnya sebagian sampai ke Malaysia.
Salah satu laporan dari lembaga pemerhati lingkungan Greenpeace menyatakan selama tujuh bulan pertama pada 2018, ekspor sampah plastik dari AS ke Malaysia naik lebih dari dua kali lipat.
Selain Malaysia, negara tetangga Filipina juga kecipratan sampah dari Kanada, yang membuat hubungan kedua negara sempat merenggang pada 2019.
Pada Mei 2019, sekitar 187 negara termasuk Malaysia setuju memasukkan sampah plastik ke dalam ketentuan Basel Convention. Perjanjian ini mengatur gerakan material berbahaya dari satu negara ke negara lain untuk menangani efek berbahaya sampah plastik mendunia. AS tidak termasuk negara yang ikut meneken perjanjian ini.