TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menyamakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan tukang risak di sekolah lewat akun twitternya, Kamis, 16 Januari 2020. Ia menulis tweet tersebut untuk menanggapi sikap Inggris, Jerman, dan Prancis yang cenderung bertekuk lutut di hadapan Trump terkait kesepakatan pengayaan nuklir (JCPOA) yang diteken pada 2015 lalu.
"E3 (Inggris, Jerman, Prancis) membuang sisa-sisa kesepakatan JCPOA untuk menghindari tarif Trump. Sia-sia saja kawan, kamu hanya memenuhi kemauannya. Tidakkah kalian ingat dengan tuakng risak di sekolah?" ujar Zarif dalam tweetnya.
Sebagaimana diketahui, di tahun 2015, Iran bersama Inggris, Jerman, Prancis, China, dan Amerika Serikat meneken perjanjian yang pada intinya membatasi pengayaan nuklir oleh Iran. Kesepakatan itu dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action atau JCPOA. Salah satu bentuknya adalah inspeksi berkala terhadap program pengayaan nuklir di Iran, memastikannya tidak melanggar batas yang ditetapkan.
Tahun 2018, AS, di bawah kepemimpinan Trump, memutuskan untuk keluar dari kesepakatan tersebut. Trump merasa tidak ada keuntungan apapun dari kesepakatan itu, termasuk dalam hal menahan program rudal balistik Iran dan keterlibatan mereka di berbagai perang regional. Efek dari keputusan Trump, AS mengaktifkan kembali pembatasan terhadap ekspor minyak dari Iran.
Kondisi terbaru, Iran mengaktifkan kembali sebagian program nuklirnya. Hal tersebut menyusul aksi AS membunuh jenderal Qassem Soleimani di Baghdad, Irak. Ketika Iran mengaktifkan kembali sebagian program nuklirnya, AS mengancam Jerman, Prancis, dan Inggris untuk menindak Iran atau AS akan menetapkan tarif 25 persen untuk impor suku cadang otomotif asal Eropa. Negara-negara tersebut mengikuti kemauan AS, bahkan menyiagakan pasukan militer mereka juga di Timur Tengah.
Secara terpisah, Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan negara-negara Eropa untuk tidak macam-macam di Timur Tengah. Ia meminta mereka untuk menarik pasukan militer dari Timur Tengah atau konsekuensi buruk akan menimpa mereka.
"Kali ini, militer AS yang dalam bahaya. Besok, mungkin giliran kalian (pasukan Eropa) yang dalam bahaya," ujarnya
REUTERS