TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan tertinggi PBB atau yang bernama Pengadilan Internasional (ICJ) pada 23 Januari 2020, akan menerbitkan sebuah putusan terkait permintaan dilakukannya langkah-langkah atas dugaan terjadinya sebuah genosida atau pembantaian terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Informasi itu disampaikan oleh Kementerian Kehakiman Gambia melalui Twitter pada Senin, 13 Januari 2020.
Dikutip dari reuters.com, ICJ belum mau berkomentar lebih lanjut soal ini.
Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi pada Pengadilan Internasional (ICJ)
Gambia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, pada November 2019 memasukkan gugatan ke ICJ atas tuduhan Myanmar telah melakukan sebuah pembantaian terhadap etnis minoritas Rohingya. Gambia menuding Myanmar telah menciderai Konvensi Jenewa 1948 melalui sebuah kampanye militer hingga mendesak lebih dari 730 ribu etnis Rohingya yang tinggal di Myanmar, melarikan diri.
Gambia telah meminta ICJ agar menerbitkan langkah-langkah yang proporsional untuk mencegah terjadinya kerugian lebih dalam. Gambia pun melakukan langkah hukum pertama, dimana proses hukum ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun.
Sebelumnya pada bulan lalu, Pemimpin de Facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, sudah bertolak ke Kota Den Haag, Belanda, untuk memberi pembelaan atas tuduhan negaranya telah melakukan genosida. Suu Kyi menyangkal tuduhan genosida tersebut dan menyebut ICJ tidak memiliki yurisdiksi untuk menggelar proses hukum atas tuduhan ini.
Dalam pembelaannya, Suu Kyi juga mengatakan pihaknya sudah melakukan investigasi dan memproses hukum tentara-tentara serta pejabat yang diduga melakukan sejumlah tindak kejahatan. Dia meyakinkan bahwa dalam kondisi seperti ini, ICJ tidak seharusnya melakukan intervensi.
Gambia memasukkan gugatan ke ICJ melawan Myanmar setelah mendapatkan dukungan dari Organisasi Kerja sama Islam atau OIC yang beranggotakan total 57 negara. Dalam prosedur ICJ, hanya satu negara yang bisa memasukkan gugatan melawan negara lain.
Gambia mengatakan Myanmar tidak bisa dipercaya untuk membawa para pelaku yang umumnya dikalangan militer ke pengadilan demi menegakkan keadilan bagi etnis minoritas Rohingya. Negara di Afrika ini juga telah meminta para hakim di ICJ agar memerintahkan Myanmar memastikan bukti-bukti tindak kekerasan pada etnis Rohingya tidak dihilangkan.
Gambia ingin ICJ mengambil langkah-langkah yang proporsional terhadap Myanmar untuk menghentikan Angkatan Bersenjatanya melakukan tindakan-tindakan yang bisa mengarah pada genosida pada etnis Rohingya, seperti pembunuhan, perkosaan dan menghancurkan rumah-rumah mereka serta desa tempat tinggal mereka. Putusan ICJ bersifat mengikat dan tidak bisa diajukan banding meskipun ICJ tidak memiliki sarana penegakan hukum dan terkadang negara yang didakwa mengabaikan atau gagal memenuhi putusan ICJ.