TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat memperingatkan bahwa Irak akan kehilangan akses ke akun rekeningnya di Bank Sentral di New York jika menjalankan keputusan parlemen Irak untuk mengusir semua pasukan asing termasuk AS.
Peringatan itu diterima Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi melalui saluran telefon pada hari Rabu, 8 Januari 2020.
Parlemen Irak pada 5 Januari lalu sepakat mengusir seluruh pasukan militer asing dari negara itu termasuk pasukan AS yang diundang pada tahun 2014 untuk memberangus milisi ISIS.
Keputusan ini dibuat setelah pasukan Angkatan Udara AS membunuh komandan pasukan elit Iran, Garda Revolusi, Jenderal Qassem Soleemani pada 4 Januari 2020.
Menurut laporan Sputnik, 12 Januari 2020, Irak menyimpan miliaran dolar uang dari hasil pendapatan minyak di Bank Sentral AS di New York.
Irak sama halnya dengan sejumlah negara asing, mengelola akun pemerintah di Bank Sentral di New York. Uang di Bank Sentral di New York dicairkan untuk membayar gaji pemerintah dan karyawan kontrak.
Menurut Wall Street Journal, dana Irak yang disimpan di Bank Sentral di New York mencapai US$ 3 miliar dalam bentuk deposito.
Peringatan itu mendapat respons dari penasehat Perdana Menteri Irak, Abd al-Hassanein al-Hanien yang mengatakan pemerintahan Trump hanya menggertak saja.
"Jika AS melakukan itu, maka ia akan kehilangan Irak selamanya," kata al-Hainen kepada Wall Street Journal.
Bank Sentral AS berkuasa untuk memangkas akses terhadap dana milik negara-negara yang terkena sanksi atau melanggar undang-undang AS.
Pemerintahan presiden Donald Trump menyatakan kecewa atas putusan parlemen Irak yang mengusir pasukan AS dari negara itu. AS mengancam akan menjatuhkan sanksi yang belum pernah ada jika putusan itu direalisasikan.