TEMPO.CO, Jakarta - Hampir 10 ribu demonstran anti-pemerintah di Hong Kong melakukan aksi jalan pada hari pertama tahun baru 2020. Unjuk rasa itu untuk menuntut konsesi dari pemerintah Hong Kong yang dikuasai Cina.
Gelombang protes di Hong Kong sudah berlangsung setengah tengah tahun, yang meletup pertama kali pada Juni 2019. Awalnya aksi protes menuntut pencabutan RUU Ekstradisi yang akan mengirim para pelaku kriminal di Hong Kong menghadapi peradilan di Cina. Namun setelah RUU itu dicabut, tuntutan unjuk rasa telah meluas menjadi permintaan demokrasi yang lebih besar bagi Hong Kong.
Dikutip dari reuters.com, massa berkumpul di Taman Victoria di bawah naungan awan kelabu. Tua – muda semuanya membaur. Banyak dari para demonstran itu berpakaian serba hitam dan beberapa ada yang memakai penutup wajah. Mereka membawa papan-papan protes diantaranya bertuliskan ‘kebebasan tidak gratis’.
“Sungguh sulit mengucapkan selamat tahun baru karena masyarakat Hong Kong sedang tidak gembira,” kata salah seorang demonstran dengan nama marga Tung, yang mengikuti aksi protes bersama putranya yang berusia 2 tahun, ibu dan keponakannya.
“Kami akan terus berunjung rasa hingga lima tuntutan kami dikabulkan semua, dan Kepolisian bertanggung jawab atas kebrutalan mereka. Kalau tidak, kami tidak bisa memiliki tahun baru yang sesungguhnya,” kata Tung.
Diantara tuntutan para demonstran itu adalah demokrasi penuh bagi Hong Kong, amnesti bagi lebih dari 6.500 orang yang ditahan dalam 6 bulan unjuk rasa dan investigasi yang independen serta berkekuatan hukum atas tindakan-tindakan polisi dalam menghadapi demonstran selama ini.
Aksi protes pro-demokrasi ini diorganisir oleh kelompok Front Hak-hak Sipil, sebuah kelompok yang juga mengkoordinir aksi turun ke jalan pada 2019 lalu yang diikuti jutaan masyarakat Hong Kong.
Dalam unjuk rasa 1 Januari 2020, sejumlah politikus ikut bergabung dengan massa. Beberapa orang ada yang mengumpulkan uang sumbangan untuk membantu aksi-aksi protes semacam ini.