TEMPO.CO, Jakarta - Tahun 2019 barang kali bagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump adalah tahun dengan ujian politik terberat. DPR Amerika Serikat pada Desember 2019, mengesahkan permohonan pemakzulan pada miliarder itu.
Nasib Trump selanjutnya akan diputuskan dalam sidang Senat yang rencananya digelar pada Januari 2020. Senat Amerika Serikat saat ini dikuasai oleh Partai Republik, partai yang menggolkan Trump ke kursi kepresidenan.
Satu dari dua dakwaan yang menjerat Trump dalam pemakzulan ini, yakni dugaan penyalah gunaan kekuasaan. Trump dinilai telah berusaha menekan Ukraina agar melakukan investigasi terhadap Hunter Biden, putra rivalnya Joe Biden, politikus Partai Demokrat.
Biden saat ini menjadi salah satu kandidat Presiden yang paling dijagokan dalam pemilu 2020. Sedangkan Hunter diketahui pernah bekerja di sebuah perusahaan energi di Ukraina.
Dalam sejarah Amerika Serikat, Trump telah menjadi Presiden ketiga yang dimakzulkan oleh DPR. Situs ccn.com menulis, Partai Republik yang menguasai suara mayoritas Senat kemungkinan tidak ingin mendepak Trump dari Gedung Putih.
Jika itu terjadi, maka Partai Demokrat hanya punya dua pilihan, yaitu mengalahkah Trump di pemilu November 2020 atau meminta komitmen dari Trump setelah surat Trump ke juru bicara DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi memunculkan pertanyaan tentang kesehatan mentalnya.
Menurut Bandy X Lee, Presiden Koalisi Kesehatan Mental Dunia dan profesor bidang psikiatri dari Fakultas Kedokteran Universitas Yale, Amerika Serikat, Trump sebaiknya disarankan melakukan evaluasi pemeriksaan kejiwaan. Lee menilai Pelosi yang juga oposisi Trump sudah benar meminta Trump melakukan tes kesehatan jiwa karena komentar-komentarnya yang aneh.
Lee pun menyoroti enam lembar surat Trump kepada Pelosi setelah pemakzulan, dimana berdasarkan hal itu kesehatan mental Trump sekarang dipertanyakan.
Pelosi bukan satu-satunya orang yang melihat surat Presiden Trump sebagai tanda dia kesehatan mentalnya mengalami penurunan. John Favreau, mantan pejabat di era pemerintahan Barack Obama, menyebut surat Trump pada Pelosi memperlihatkan Presiden sedang ‘tidak enak badan’ dalam menjalani tugas-tugasnya sebagai kepala pemerintahan.
Trump mengirim surat yang tak biasa kepada Pelosi pada Selasa, 17 Desember 2019, yang mengecam penyelidikan pemakzulan oleh para anggota Demokrat DPR.
Dalam surat itu, Trump menyebut dirinya sebagai korban percobaan kudeta dan Partai Demokrat akan menyesali upaya mereka ketika pemilih memberikan suara pada pemilu November 2020.
Dia mengeluhkan proses penyelidikan pemakzulan sebagai hal yang menyedihkan, dan mengklaim bahwa "lebih banyak proses hukum dijatuhkan kepada mereka yang dituduh dalam Pengadilan Penyihir Salem."
"Tidak ada orang pintar yang percaya apa yang Anda katakana. Sejarah akan menilai Anda dengan keras ketika Anda melanjutkan dengan sandiwara pemakzulan," tulis Trump
Trump tampaknya akan benar-benar melawan upaya pemakzulan terhadapnya. Pada pekan ketiga Desember 2019, Gedung Putih sedang mempertimbangkan bahwa Trump belum dimakzulkan DPR berdasarkan pendapat profesor bidang hukum, Noah Feldman.
“Pemakzulan seperti yang dimaksud dalam Konsitutsi tidak berlaku hingga apa yang menjadi dakwaan dikirim ke Senat untuk disidangkan,” kata Feldman dalam tulisannya di sebuah media.
Ucapan Feldman itu berkaca pada sikap Pelosi yang mengatakan pihaknya baru akan menyerahkan dakwaan ke Senat kalau lembaga itu sudah menyusun aturan sidang senat yang akan menyidangkan kasus ini.
Dalam sebuah acara Natal yang diselenggarakan di Mar-a-Lago, Amerika Serikat, Trump tak dapat menutupi keresahannya atas pemakzulan oleh DPR yang dialaminya. Miliarder dari New York itu mengeluh Partai Demokrat telah memperlakukannya dengan tidak adil selama penyelidikan pemakzulan. Namun saat yang sama dia tampaknya mulai bersedia menerima apa pun yang akan diputuskan oleh Mitch McConnell, Ketua Senat Partai Republik dan sekutu politik Trump.