TEMPO.CO, Montreal – Keluarga etnis Uighur yang tinggal di Montreal, Kanada, mengaku merasa khawatir akan keselamatan diri mereka setelah mendapat telepon ancaman.
Telepon itu berasal dari orang yang tidak dikenal yang meminta mereka tidak berbicara soal persekusi Uighur di Provinsi Xinjiang, Cina.
“Anda tidak aman. Hati-hati, kami mengamati langkah yang kalian ambil,” kata Kalbinur Semseddin, seorang warga Uighur yang tinggal bersama komunitasnya di Montreal seperti dilansir CTV News pada 14 Desember 2019.
Kalbinur mengatakan persekusi yang dialami warga etnis Uighur di Xinjiang berdampak pada kondisi psikologis warga di Montreal.
“Ini jadi tekanan besar bagi saya. Saya punya makanan, ada suami, dan pekerjaan sebagai sumber penghasilan. Tapi saya tidak bisa berhenti memikirkan anggota keluarga saya di sana,” kata perempuan berhijab ini.
Ada sekitar 100 keluarga Uighur yang tinggal di Montreal saat ini. “Kami tidak bisa berdiam lagi dengan kondisi ini. Ini sudah melebihi batasan,” kata Kalbinur.
Menurut dia, para tokoh terpelajar Uighur menghilang dipaksa masuk ke kamp di Xinjiang. “Para dokter juga menghilang. Mereka tidak butuh pelatihan di kamp. Sepupu suami saya baru lulus dari universitas. Dia tidak butuh pelatihan,” kata dia.
Kongres Amerika Serikat mengesahkan Undang-Undang HAM Uighur pada dua pekan lalu. Sejak itu, pemerintah Cina mengatakan semua siswa di kamp telah lulus dan bebas untuk berpergian.
Namun, Kalbinur mengatakan mendapat kabar dari seorang kontak di Turki bahwa saudara lelakinya telah ditransfer dari sebuah kamp, yang menjadi tempatnya ditahan pada 2017, ke sebuah penjara.
Menurut Bakhtiar Semseddin, seorang warga Uighur lainnya, banyak warga yang justru sekarang ditahan di penjara.
“Mereka mencoba mengosongkan kamp konsentrasi setelah munculnya UU HAM Uighur dari AS. Tapi mereka sekarang dikirim ke penjara,” kata Semseddin.
Reuters melansir pemerintah menahan sekitar satu juta warga etnis minoritas Uighur di Xinjiang sejak dua tahun terakhir. Pemerintah Cina beralasan ini dilakukan untuk melawan radikalisme dan terorisme. Namun, Komisi HAM PBB merasa khawatir pemerintah Cina melakukan tindak pelanggaran HAM dengan menahan banyak orang berdasarkan etnisitas dan agama.
Direktur Institut Montreal untuk Genosida dan HAM, Kyle Matthews, mengatakan ada setidaknya satu juta warga Uighur yang ditahan di kamp di Xinjiang, Cina, yang disebut pemerintah Cina sebagai kamp pelatihan dan pendidikan vokasi. “Kenyataannya, mereka terpisah dari keluarganya dan orang-orang tidak tahu kenapa mereka ditahan,” kata Matthews.