TEMPO.CO, Jakarta - Pada Selasa, Departemen Keuangan AS mendakwa seorang pengusaha Indonesia dan tiga perusahaan yang berkantor di Jakarta menghadapi dakwaan atas pengadaan barang buatan AS untuk maskapai Iran Mahan Air, yang melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Depkeu AS menjatuhkan delapan dakwaan, yakni pelanggaran sanksi, pencucian uang, dan pernyataan palsu terhadap Sunarko Kuntjoro, PT MS Aero Support, dan dua perusahaan Indonesia terkait lainnya karena melanggar undang-undang ekspor AS, dikutip dari Sputnik, 18 Desember 2019.
Sanksi terhadap entitas Indonesia adalah penerapan dari sanksi AS yang telah mencekik penerbangan komersial Iran.
Pada musim panas ini, sekitar setengah dari armada pesawat komersial Iran, yang dioperasikan oleh 23 maskapai penerbangan terpisah, telah di-grounded.
Penyebabnya terutama karena sanksi AS mencegah operator dari pembelian suku cadang. Akibatnya, keadaan industri penerbangan komersial Iran yang semakin bobrok berada di belakang Afganistan.
Akhirnya Iran dipaksa mencari barang-barang yang dibutuhkan di pasar gelap. Bagian-bagian pesawat ada dalam daftar belanjaannya.
Pesawat Mahan Air.[Tehran Times]
Pengumuman pada Juli yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan AS memperingatkan siapa pun yang mempertimbangkan bisnis penerbangan berkelanjutan dengan Iran.
Departemen mengatakan bahwa Iran menggunakan maskapai komersial untuk mengirim milisi, instruktur militer, dan senjata ke luar negeri, termasuk Suriah.
Salah satu maskapai yang masuk daftar hitam adalah Mahan Air, maskapai penerbangan swasta pertama Iran yang didirikan pada 1992, dengan mengoperasikan armada 55 jet dan mengangkut sekitar 5 juta penumpang setiap tahunnya. Pesawat-pesawatnya termasuk pesawat buatan AS dan Eropa.
Departemen Keuangan AS memasukkan daftar hitam perusahaan yang berbasis di Teheran pada tahun 2011 karena memberikan dukungan keuangan, material, dan teknologi kepada Divisi Quds, sebuah unit pasukan khusus di dalam Garda Revolusi Iran, memfasilitasi pengiriman senjata unit, dan mengangkut instruktur dan persenjataan untuk Hizbullah di Lebanon.
"Cukup jelas dari rute penerbangan dan aktivitas penerbangan bahwa mereka mendukung operasi IRGC-QF," kata mantan kolonel Angkatan Udara AS dan perwira intelijen Cedric Leighton, dikutip dari Quartz, 18 Desember 2019. "Sangat mungkin bahwa kepemilikan pribadi maskapai hanya kedok untuk aktivitas IRGC-QF."
Leighton mengatakan mereka yang menyelundupkan suku cadang ke Iran terutama untuk uang. Dalam banyak kasus mereka putus asa secara finansial, dan gagal untuk mempertimbangkan risiko tertangkap atau percaya risiko tertangkap minimal.