Thailand
Thailand mengeksekusi pejabat pemerintah, perwakilan demokratis, pejabat pengadilan, atau jaksa penuntut karena menuntut atau menerima suap, meskipun tampaknya, tidak ada yang dieksekusi karena kejahatan semacam itu.
Pada bulan Juli 2015, anggota parlemen mengamandemen UU Anti-Korupsi untuk memperluas hukuman mati kepada pejabat asing dan staf organisasi internasional yang melakukan suap.
Laos
Warga negara, termasuk pejabat publik, yang mengganggu perdagangan, pertanian, atau kegiatan ekonomi lainnya dengan maksud merusak ekonomi negara dapat dihukum mati.
Vietnam
Penggelapan dapat dihukum mati di Vietnam, asalkan jumlah yang dikorupsi sebesar 500 juta dong atau lebih (sekitar Rp 300 juta lebih), atau jika korupsinya memiliki konsekuensi sangat serius. Suap sebesar 300 juta dong atau lebih (Rp 181 juta) juga dikenakan hukuman.
Pejabat yang melakukan perdagangan lintas batas ilegal atas benda-benda bernilai tinggi dan kasus-kasus sangat serius dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, atau pengedaran uang palsu, surat utang negara, atau obligasi juga dapat dihukum mati.
Myanmar
Di Myanmar, melakukan pelanggaran narkoba dengan mengambil keuntungan dari pengaruh atau kekuasaan seorang pelayan publik dapat dihukum mati.
Maroko
Moroko memberlakukan hukuman mati untuk korupsi terutama jika hakim atau anggota juri menjatuhkan vonis. Namun, laporan menunjukkan bahwa eksekusi terakhir di Maroko dilakukan pada 1993 silam.
Yang dieksekusi adalah Mohamed Tabet, seorang komisaris polisi utama yang dihukum karena berbagai tuduhan serangan tidak senonoh, kekerasan pemerkosaan, pemerkosaan dan penculikan, dan tindakan dan hasutan untuk melakukan kerusuhan.
Indonesia
Di Indonesia, beberapa tindakan korupsi, yang mempengaruhi keuangan atau ekonomi negara secara besar-besaran, dapat dihukum mati.
Indonesia melanjutkan eksekusi pada tahun 2013, mengakhiri moratorium hukuman mati 5 tahun sejak tahun 2008. Menurut Amnesty International, sekitar 130 orang menjadi terpidana mati di Indonesia pada tahun 2012.
Di Indonesia hukuman mati bagi koruptor sudah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang secara eksplisit menyebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu.
Dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksudkan keadaan tertentu adalah apabila tindak pidana dilakukan ketika negara berada dalam keadaan bahaya, terjadi bencana alam, mengulang tindak pidana korupsi, atau negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan ketidaksepakatannya terhadap wacana pemberian hukuman mati bagi koruptor atau pelaku kejahatan lainnya, karena hak asasi manusia adalah absolut.