TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis lingkungan Greta Thunberg menyoroti masyarakat suku pedalaman atau suku adat yang terseok-seok dalam mengurangi perubahan iklim. Dalam pertemuan PBB tentang perubahan iklim di Amerika Serikat, Senin, 9 Desember 2019, Thunberg mengatakan negara-negara barat sudah gagal dalam mengatasi krisis akibat perubahan iklim ini.
Dikutip dari reuters.com, komunitas masyarakat adat mulai dari Amerika Serikat sampai Amerika Selatan dan Australia telah lantang menyuarakan kampanye menentang proyek-proyek bahan bakar fosil baru dalam beberapa tahun terakhir.
“Hak-hak mereka sudah diciderai dunia dan mereka saat ini salah satu pihak yang paling terpukul dan terdampak dengan cepat perubahan iklim serta darurat lingkungan,” kata Thunberg, menanggapi soal masyarakat adat.
Sejumlah aktivis masyarakat adat berpendapat komunitas mereka tidak pernah menghasilkan emisi, yakni pencemaran yang memicu perubahan iklim. Akan tetapi, mereka harus menanggung beban cuaca buruk dan hilangnya satwa.
Rose Whipple, dari Santee Dakota yakni suku asli Amerika, menyerukan sebuah pendekatan berdasarkan tradisi dan teknologi. Menurutnya krisis perubahan iklim adalah sebuah krisis spiritual bagi seluruh dunia. Solusinya menggali ilmu pengetahuan dan spiritual serta pengetahuan tradisi ekologi yang dipadukan dengan teknologi.
Pertemuan PBB yang dihadiri Thunberg itu untuk menyasar implementasi pakta 2015 di Paris yang membatasi kenaikan panas bumi menjadi dibawah 2 derajat celcius. Kepulauan Marshall yang letaknya rendah secara gografis telah menjadi negara pertama yang mematuhi persyaratan dalam Perjanjian Paris 2015 dengan meningkatkan pengurangan emisi per 2018.