TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok-kelompok HAM yang mendukung etnis minoritas Rohingya pada Senin, 9 Desember 2019, menyerukan agar dilakukan boikot global terhadap Myanmar. Seruan itu disampaikan sehari sebelum sidang sesi dengar dugaan genosida terhadap etnis Rohingya di Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda.
Dikutip dari reuters.com, Pemimpin de Facto Myanmar Aung San Suu Kyi tiba di Belanda pada Minggu, 8 Desember 2019. Dia akan mempertahankan posisi negaranya dalam sidang sesi dengar yang dijadwalkan berlangsung selama tiga hari.
Gugatan hukum terhadap Myanmar ke Pengadilan Internasional dimasukkan oleh Gambia pada November 2019. Pada Senin, 9 Desember 2019, Belanda dan Kanada membuat pernyataan bersama yang menyatakan dukungan pada Gambia, sebuah negara dari benua Afrika yang menggugat Myanmar atas dugaan genosida terhadap etnis Myanmar. =
“Kanada dan Belanda mempertimbangkan kewajiban untuk mendukung Gambia sebelum Pengadilan Internasional yang menjadi kekhawatiran karena menyangkut umat manusia,” tulis Belanda dan Kanada dalam keterangan bersama.
Lebih dari 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri pada 2017 dari Myanmar setelah terjadi serangan militer ke tempat tinggal mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar. PBB menyebut penyerangan itu adalah kampanye yang ditujukan dengan niat genosida, termasuk pembunuhan massal dan perkosaan. Otoritas Myanmar menentang kesimpulan itu dengan menyebut operasi militer itu sah untuk menangkal terorisme dengan menyerang militan-militan Rohingya.
Dalam tiga hari sidang sesi dengar, tim hukum Gambia akan meminta 17 anggota panel PBB di Pengadilan Internasional agar memberlakukan langkah-langkah yang proporsional guna melindungi etnis Rohingya sebelum kasus ini didengarkan secara utuh. Rencananya akan dilakukan sejumlah unjuk rasa di Den Haag oleh kelompok-kelompok etnis Rohingya yang selamat.