TEMPO.CO, Jakarta - Seorang asisten rumah tangga asal Indonesia dan jurnalis warga atau citizen journalist yang dideportasi dari Hong Kong, Yuli Riswati, mengatakan ia dipaksa untuk melepas pakaiannya di depan seorang dokter pria selama penahanannya. Yuli Riswati dideportasi karena masa berlaku visanya sudah habis.
Yuli Riswati, 39 tahun, dideportasi pada 2 Desember setelah penangkapannya pada 23 September karena memperpanjang visanya yang telah berakhir pada 27 Juli. Dia ditahan di Castle Peak Bay Immigration Center (CIC) pada 4 November.
Namun, para pendukung Yuli menduga dia dipulangkan ke Indonesia karena melaporkan kerusuhan di Hong Kong demi keuntungan media nirlaba dari Indonsia bernama Migran Pos. Media online ini dibuat sendiri oleh Yuli pada Maret 2019.
Dikutip dari South China Morning Post, 8 Desember 2019, Ip Pui-yu, koordinator Federasi Pekerja Migran, mengatakan Yuli lupa tidak memperbaharui visa izin kerjanya yang sudah habis sejak Juli 2019. Petugas imigrasi mendatangi rumah susun tempatnya tinggal pada September 2019 dan segera menahannya.
"Selama 20 tahun menjadi aktivis, saya tidak pernah mendengar petugas imigrasi menahan TKI di rumah majikannya karena visanya sudah kedaluwarsa," kata Ip.
Para pengunjuk rasa menunjukkan dukungan mereka untuk Yuli Riswati. Pendukungnya percaya dia dideportasi karena dia menulis tentang kerusuhan sipil Hong Kong.[Winson Wong/South China Morning Post]
Berbicara dari Indonesia melalui telepon langsung ke lokasi unjuk rasa di Edinburgh Place, Yuli mengatakan pengalaman "memalukan" pada awal 29 hari di tahanan membuatnya merasa tertekan.
"Mereka menyuruh saya melepas pakaian saya untuk pemeriksaan medis. Tetapi saya merasa ngeri ketika mengetahui bahwa dokter itu seorang pria," katanya.
"Dalam kepercayaan Islam, tubuh perempuan seharusnya tidak dilihat oleh pria di luar keluarga mereka. Tetapi mereka memaksa saya melepas pakaian saya. Saya seorang Muslimah. Sangat memalukan untuk melakukan itu di depan seorang pria."
Kerumunan massa meneriakkan "Kami mendukung Yuli" saat ia berbicara, yang membuat Yuli menangis.
"Kita semua seperti keluarga sekarang. Saya harap Anda juga dapat mendukung teman-teman saya. Banyak etnis minoritas juga dilecehkan di CIC," katanya melalui telepon dalam bahasa Kanton.
Menanggapi tuduhan Yuli Riswati, Departemen Imigrasi Hong Kong menolak mengomentari kasusnya, tetapi menekankan bahwa peraturan untuk tahanan di CIC dibuat secara ketat sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, untuk memastikan perlakuan yang adil.