TEMPO.CO, Jakarta - Kantor berita Kyodo di Jepang pada Jumat malam, 6 November 2019, mewartakan berdasarkan sejumlah dokumen perang bahwa militer Jepang pernah meminta kepada pemerintah (Tokyo) agar menyediakan perempuan untuk melayani seks sekitar 70 tentara. Dokumen itu menyoroti peran Tokyo dalam praktik ‘comfort woman’ atau perempuan yang dipaksa melayani seks tentara Jepang (Jugun ianfu).
Dikutip dari reuters.com, salah satu dokumen pengiriman dari konsul jenderal Qingdao di Provinsi Shandong, Cina, ke Kementerian Luar Negeri di Tokyo menyebut militer kekaisaran Jepang meminta satu perempuan untuk mengakomodir kebutuhan seks setiap 70 tentara.
Patung gadis yang menyimbolkan korban budak seksual oleh militer Jepang pada masa Perang Dunia II dipajang di depan Kedubes Jepang di Seoul, Korea Selatan. AP/Lee Jin-man
Dokumen lain dari konsul jenderal Jinan, Provinsi Shandong, Cina, meminta setidaknya 500 perempuan budak seks harus dikirim ke wilayah itu karena militer Jepang telah membuat kemajuan besar.
Dalam dokumen bernama ‘Kono Statemen’ 1993, disebutkan otoritas Jepang terlibat dalam memaksa perempuan-perempuan untuk bekerja di rumah-rumah prostitusi. Nama ‘Kono Statemen’ diambil dari nama Kepal Sekertaris Kabinet Jepang ketika itu, Yohei Kono, yang menyebut dugaan ini.
“Dari dokumen terakhir, kami mendapatkan detail informasi soal operasi rumah-rumah prostitusi hingga berapa banyak tantara Jepang yang menggunakan layanan seks ini. Ini jelas sebuah tanda yang jelas kalau pemerintah Jepang bertanggung jawab atas perekrutan paksa perempuan Korea untuk perbudakan seks,” kata Yoon Mi-hyang, Kepala Dewan Korea untuk perempuan korban perbudakan seks Jepang.
Pemerintah Jepang belum berkomentar terkait pemberitaan ini.
Istilah ‘confort women adalah eufisme untuk perempuan yang dipaksa melakukan tindak prostitusi di rumah-rumah prostitusi militer. Masalah ini telah membuat hubungan Jepang – Korea Selatan selama berpuluh tahun terganggu.