TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin de Facto Myanmar Aung San Suu Kyi bertolak ke Belanda untuk menghadiri sidang sesi dengar atas dugaan genosida atau pembantaian terhadap etnis minoritas Rohingya pada 2017. Sidang akan digelar pada 10 Desember 2019 dan Suu Kyi disebut sumber di Myanmar, akan mempertahankan kepentingan nasional
Dikutip dari reuters.com, Suu Kyi akan menghadapi tuduhan genosida oleh militer Myanmar. Gambia, sebuah negara kecil di Afrika Barat, memasukkan gugatan ke pengadilan internasional atau ICJ pada bulan lalu. Dalam gugatannya, Myanmar diduga telah melakukan genosida, pembunuhan massal dan perkosaan.
Gugatan hukum Gambia pada Myanmar itu didukung oleh 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam atai OIC. Myanmar menyangkal tuduhan itu.
Suu Kyi digadang-gadang sebagai penguasa Myanmar dari sipil yang diharapkan bisa mengakhiri kediktatoran militer Myanmar setelah setengah abad. Namun kejadian dugaan pembantaian etnis minoritas Rohingya pada 2017 lalu membuat pemerintahan Suu Kyi disorot.
“Ada perbedaan opini antara Myanmar dan komunitas internasional. Suu Kyi harus menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di utara negara bagian Rakhine itu,” kata Myo Nyunt, Juru bicara Partai Liga Nasional Demokrasi, partai berkuasa Myanmar.
Keputusan Suu Kyi untuk menghadiri sidang di pengadilan internasional di Den Haag, Belanda, mengejutkan. Sumber yang dekat dengan Suu Kyi menyuarakan kekhawatiran kalau ini kasus ini semakin menodai citranya di mata internasional. Namun di dalam negerinya, langkah Suu Kyi mendapat dukungan karena memperjuangkan kepentingan masyarakat Myanmar melawan musuh bersama.