TEMPO.CO, Jakarta - DPR Amerika Serikat , House of Representative menyelesaikan rancangan undang-undang untuk melindungi hak asasi etnis Muslim Uighur di Cina pada hari Selasa, 3 Desember 2019. RUU ini segera diserahkan ke Senat untuk mendapatkan persetujuan dan kemudian diserahkan ke Presiden Donald Trump untuk disahkan.
Parlemen AS menuntut pemerintahan Trump mengambil langkah tegas sehubungan bocornya laporan mengenai kamp penahanan etnis Uighur dan kelompok minoritas lainnya di Xinjiang di media internasional beberapa pekan lalu.
Laporan itu menyebut sejumlah kamp didirikan di Xinjiang atas perintah pemimpin top Partai Komunis guna membatasi Uighur melakukan aktivitas agama dan budayanya. AS menyebut kamp itu sebagai kamp pendidikan politik.
RUU Uighur, menurut laporan CNN, menuntut penjatuhan sanksi kepada Cina dan melarang penjualan produk AS kepada agen pemerintah Beijing di Xinjiang. Yang menjadi target sanksi dari RUU ini adalah pejabat pemerintah Cina dan Partai Komunis Cina.
DPR AS menyelesaikan pembahasan RUU Perlindungan HAM Muslim Uighur tidak dengan suara bulat. Sebanyak 407 suara memberikan dukungan terhadap RUU ini dan 1 anggota DPR menolaknya.
Pemerintah Cina murka menanggapi RUU Perlindungan HAM etnis Uighur. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan AS ceroboh dalam memahami upaya memerangi terorisme dan deradikalisasi.
"Isunya adalah Xinjiang menghadapi bukan hanya tentang etnis, agama atau HAM. Lebih dari itu, ini mengenai memerangi kekerasan, terorisme, dan separatisme," kata Hua dalam pernyataannya.
Kurang dari satu bulan, AS mengeluarkan 2 RUU yang terkait dengan masalah dalam negeri Cina, yakni unjuk rasa di Hong Kong dan persekusi etnis minoritas Muslim Uighur.
Presiden Trump mengesahkan RUU HAM dan Demokrasi Hong Kong pada 27 November lalu. Cina marah dan menjawabnya dengan melarang kapal perang dan jet tempur AS berlabuh di pelabuhan Hong Kong. Untuk RUU HAM Uighur ini, Trump belum memberikan tanggapan.