TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump mengumumkan akan kembali berunding membicarakan kesepakatan damai dengan Taliban ketika berkunjung ke Afganistan pada Kamis.
Ini adalah kunjungan pertamanya ke Afganistan dan kunjungan keduanya menengok pasukan AS di zona perang luar negeri setelah perjalanan ke Irak pada akhir tahun lalu, menurut laporan CNN, 29 November 2019.
Ada sekitar 12.000 tentara AS yang saat ini bertugas di Afganistan dalam konflik yang dipicu oleh serangan teroris pada 11 September 2001, yang telah merenggut lebih dari 2.300 nyawa Amerika dan menelan biaya miliaran dolar dari pembayar pajak.
Kunjungan itu dilakukan di tengah-tengah ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Presiden Trump dan perwira militer senior setelah pemecatan Kepala Staf Angkatan Laut Richard Spencer, setelah Trump campur tangan dalam kasus tiga anggota militer AS yang menghadapi tuduhan kejahatan perang.
Berbicara di Pangkalan Udara Bagram, Trump mengatakan kepada pasukan bahwa Taliban ingin membuat kesepakatan.
"Kita akan melihat apakah mereka ingin membuat kesepakatan. Itu harus menjadi kesepakatan nyata, tetapi kita akan lihat nanti," kata Trump.
Both sides underscored that if the Taliban are sincere in their commitment to reaching a peace deal, they must accept a ceasefire. We also emphasized that for any peace to last, terrorist safe havens outside Afghanistan must be dismantled.
— Ashraf Ghani (@ashrafghani) November 28, 2019
Setelah pertemuan itu, Ghani menulis di Twitter, "kedua belah pihak menggarisbawahi jika Taliban tulus dalam komitmen mereka untuk mencapai kesepakatan damai, mereka harus menerima gencatan senjata. Kami juga menekankan bahwa rencana perdamaian apapun yang diusulkan, tempat perlindungan teroris di luar Afganistan harus dibongkar."
Sebelum pergi, Trump menyajikan makanan Thanksgiving untuk beberapa anggota militer yang ditempatkan di pangkalan.
Presiden memberi makan kalkun dan kentang untuk pasukan Amerika, kemudian ikut makan malam, berbaur dan berfoto sebelum menyampaikan pidato merayakan militer Amerika sebelum sekitar 1.500 tentara di hanggar pesawat.
Trump memberikan makanan kepada pasukan di Afganistan selama kunjungan ke Kabul, 28 November 2019.[Erin Schaff / The New York Times]
Ruang lingkup dan prospek negosiasi baru masih belum jelas, dan pejabat Gedung Putih memberikan beberapa detail di luar pengumuman mendadak Trump.
Dikutip dari New York Times, dalam penerbangan ke Afganistan, Stephanie Grisham, sekretaris pers Gedung Putih, bersikeras bahwa perjalanan rahasia itu benar-benar tentang Thanksgiving dan mendukung pasukan dan tidak ada apa-apa tentang proses perdamaian dengan Taliban.
Tetapi sementara pemerintah Afganistan telah lama menuntut agar Taliban menyetujui gencatan senjata, tidak ada bukti yang muncul bahwa kelompok itu bersedia menerima syarat tersebut. Sebagai gantinya, mereka mengatakan akan membahas kemungkinan dalam negosiasi dengan para pemimpin politik Afganistan tentang masa depan negara itu setelah orang Amerika setuju untuk pergi.
Taliban tidak membuat komentar resmi segera setelah kunjungan larut malam dan Ghani tidak banyak bicara setelahnya tentang perundingan damai.
Negosiasi damai dengan Taliban mati pada 7 September, setelah Trump mengungkapkan melalui Twitter bahwa ia membatalkan rencana untuk pertemuan dramatis di retret kepresidenan Camp David dengan para pemimpin Taliban dan pejabat pemerintah Afganistan. Dengan marah mengutip serangan Taliban di Kabul yang menewaskan seorang prajurit Amerika, Trump membatalkan diskusi sepenuhnya. "Sejauh yang saya ketahui, mereka (kesepakatan) sudah mati," kata Trump mengutip berakhirnya proposal perundingan damai dengan Taliban.