TEMPO.CO, Bogota – Serikat pekerja Kolombia dan mahasiswa menggelar mogok massal nasional kedua dalam waktu sepekan terakhir pada Rabu, 27 November 2019.
Ini dilakukan untuk menghormati tewasnya seorang demonstran dan memprotes rencana ekonomi pemerintah, korupsi dan tindakan kekerasan polisi.
Aksi protes massal ini dimulai sejak pekan lalu dengan sekitar 250 ribu orang berpawai dan menggelar mogok nasional.
“Demonstran menggelar protes mengenai rencana ekonomi pemerintah seperti kenaikan usia pensiun dan mengurangi upah minimum untuk generasi muda,” begitu dilansir Reuters pada Rabu, 27 November 2019.
Presiden Kolombia, Ivan Duque, disebut membantah mendukung rencana ekonomi itu. Namun, kalangan pengritik menyebut pemerintah cenderung kurang bertindak mengatasi korupsi dan pembunuhan ratusan aktivis Hak Asasi Manusia.
Ribuan orang berunjuk rasa secara damai di Bolivar Plaza, Bogota Pusat, dan sejumlah lokasi lainnya di ibu kota itu.
Jumlah massa bertambah banyak pada sore dan malam hari oleh orang-orang yang terjebak kesulitan pulang dari kantor karena penutupan jalan dan layanan transportasi publik.
Demonstrasi damai pada Kamis dan Jumat pekan lalu dicemari oleh perusakan stasiun transit kereta api. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Terjadi jam malam di Kota Cali dan Bogota saat itu. Ada tiga orang tewas terkait penjarahan toko.
Unjuk rasa pada Sabtu pekan lalu menjadi kelam ketika seorang demonstran bernama Dilan Cruz, 18 tahun, terluka fatal karena terkena kaleng gas air mata, yang ditembakkan polisi anti-huru hara.
Kematian Cruz menjadi simbol perlawanan para demonstran, yang menuding pasukan keamanan menggunakan kekuatan berlebihan.
Prosesi penguburan Cruz terjadi pada Rabu pagi, dan keluarganya meminta masyarakat tidak melakukan tindakan kekerasan.
“Saya berdemonstrasi agar kami generasi 21 tahun dapat memiliki pekerjaan yang bagus,” kata Jean Carlo Hernandez, yang menjual air di Bolivar Plaza sambil memakai plakat bertuliskan,”Jangan bunuh saya! Saya juga punya impian dan cita-cita.”
Hernandez melanjutkan,”Saya bisa saja berada di posisi Dilan. Kami menghadapi pemerintah yang tidak ingin membantu orang muda bekerja dan maju meskipun kami adalah masa depan,” kata Hernandez.
Wali Kota Bogota, Enrique Penalosa, mengatakan pasukan anti-huru hara ESMAD tidak akan dikerahkan kecuali ada gangguan keamanan. Beberapa petugas terlihat berada di sekitar kota meski tidak turun langsung menjaga aksi unjuk rasa yang berlangsung.
Aljazeera melansir seorang pengunjuk rasa, Benjamin Calderon, 20 tahun, yang merupakan mahasiswa kedokteran, mengatakan,”Tidak ada yang berubah sejak protes dimulai,” kata dia. “Mogok nasional harus berlanjut hingga kami didengar dan tuntutan kami dipenuhi.”
Mengenai situasi di Kolombia ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, mengatakan mendukung pemerintah Kolombia dengan menelpon Presiden Duque pada Rabu.
“Menlu Pompeo mengulangi dukungan kuat pemerintah AS bagi pemerintah Kolombia dalam upaya memfasilitasi ekspresi demokrasi yang damai,” kata Morgan Ortagus, juru bicara kemenlu.