TEMPO.CO, Islamabad – Mahkamah Agung Pakistan menunda putusan soal perpanjangan masa jabatan dari panglima tentara pada Selasa, 26 November 2019.
Putusan ini menanggapi keputusan pemerintahan Perdana Menteri Imran Khan, yang memberikan perpanjangan masa jabatan tiga tahun kepada Jenderal Qamar Javed Bajwa.
Pemerintah beralasan perpanjangan masa jabatan itu dilakukan karena Pakistan sedang berkonflik mengenai perbatasan Kashmir dengan India.
Ketua MA Pakistan, Asif Saeed Khosa, mengatakan menunda putusan hingga perwakilan militer memberikan argumentasi detil mengenai alasan perpanjangan masa jabatan itu.
“Jika keamanan regional seperti itu maka militer sebagai satu kesatuan bisa menangani situasinya bukan individunya,” kata Khosa seperti dilansir Reuters pada Selasa, 26 November 2019.
Khosa melanjutkan,”Jika kriteria ini diizinkan maka setiap individu di militer bisa meminta perpanjangan masa jabatan dengan alasan sama.”
Selama masa jabatan Bajwa, pemerintahan PM Imran Khan memiliki hubungan yang baik dengan militer.
Ini berbeda dengan ketegangan yang terjadi antara pemerintahan pendulunya yaitu PM Nawaz Sharif.
Selama masa kepemimpinan Bajwa, oposisi menuding Khan terbantu memenangi pemilu karena adanya bantuan militer.
Kelompok militer telah berkuasa selama nyaris setengah dari masa 72 tahun Pakistan merdeka.
Militer juga kerap memimpin soal kebijakan luar negeri dan keamanan. Namun, militer membantah kerap mengintervensi politik.
Konstitusi Pakistan mengatur panglima militer hanya memiliki masa tugas selama tiga tahun dan tidak diperpanjang.
Sejak posisi ini terbentuk pada 1972, hanya satu jenderal yang pernah mendapatkan perpanjangan masa jabatan oleh pemerintahan sipil.
MA meminta agar perwakilan militer memberikan alasan hukum soal perlunya perpanjangan masa jabatan ini, yang akan berakhir pada Jumat pekan ini.
Ketua MA Pakisatan, Khosa, meminta penasehat hukum militer untuk hadir pada persidangan Rabu ini.
Media News18 melansir Bajwa bakal pensiun pada 29 November 2019. Soal perpanjangan masa jabatan Bajwa ini juga sempat dibahas dalam rapat kabinet Pakistan. Dari 25 orang anggota kabinet, hanya 11 orang yang menyatakan persetujuannya.