TEMPO.CO, Beirut – Kelompok bisnis besar di Lebanon menyerukan mogok massal pada Senin selama tiga hari untuk menekan politikus agar bersatu membentuk pemerintahan.
Seruan boikot ini dilakukan untuk mengakhiri krisis politik di Lebanon, yang telah membuat perekonomian berhenti.
Saat ini, Lebanon menghadapi unjuk rasa yang telah berlangsung selama lima pekan. Demonstrasi ini dipicu protes publik akan praktek korupsi yang diduga dilakukan politisi lintas partai selama puluhan tahun.
Demonstran menginginkan semua elit politik yang berkuasa diturunkan dari kekuasaan.
“Kekuatan politik yang ada belum bertanggung jawab atas masalah yang terjadi dan tidak menunjukkan keseriusan untuk mencari solusi mengatasi krisis ini,” begitu pernyataan dari Lebanese Economic Bodies, yang merupakan asosiasi bagi industrialis dan bankir, seperti dilansir Reuters pada Selasa, 25 November 2019.
Asosiasi ini mendesak semua institusi swasta untuk melakukan mogok massal dari Kamis hingga Sabtu pekan ini untuk mendorong terjadinya kesepakatan partai – partai besar dan menghindarkan terjadinya kemunduran ekonomi lebih jauh.
Sejumlah bank sebenarnya mulai beroperasi pada pekan lalu setelah tutup sejak terjadinya unjuk rasa besar pada 17 Oktober 2019.
Saat ini, sejumlah bank di Lebanon mengenakan pembatasan ketat penarikan dana untuk menghindari terjadinya pelarian dana ke luar negeri di tengah seretnya likuiditas.
Keringnya likuiditas ini mendorong terjadinya pasar gelap valuta asing terutama dolar, yang mengalami kenaikan dari sekitar 1.500 pound menjadi 2.000 pound.
Lembaga Economic Bodies ini mengatakan eskalasi tekanan ekonomi berupa mogok massal akan terus berlanjut hingga terbentuknya pemerintahan baru.
Saad Hariri, yang merupakan bekas Perdana Menteri Lebanon, mengundurkan diri pada 29 Oktober 2019.
Pengunduran diri ini menimbulkan krisis ekonomi dan memperdalam perpecahan diantara para politisi yang setuju pembentukan pemerintahan baru.
Secara terpisah, media Aljazeera, melansir massa pendukung kelompok Hizbullah menyerang demonstran yang mendesak perombakan pemerintah besar-besaran.
“Partai politik berupaya menimbulkan rasa takut terhadap kami agar kami tidak maju dan tinggal di rumah,” kata Dany Ayyash, 21 tahun, yang memblokir jalan raya utama di distrik Hamra, Beirut. Menurut dia, demonstran semakin bertekad untuk melanjutkan aksinya.
Pada Ahad malam, massa pendukung Hizbullah dan kelompok Amal menyerang demonstran yang berada di sekitar jalan layang di dekat kamp utama demonstran di Beirut. Massa menyerang demonstran dengan melempari batu sedangkan polisi Lebanon mencoba meredam agar tidak terjadi tindak kekerasan.