TEMPO.CO, La Paz – Kongres Bolivia menyetujui pengesahan legislasi pada Sabtu, 23 November 2019, untuk membatalkan pemilu pada 20 Oktober 2019, yang memicu sengketa, dan mundurnya Presiden Evo Morales.
Ini artinya Bolivia akan menggelar pemilu ulang, yang kemungkinan tanpa diikuti bekas Presiden Evo Morales sebagai terobosan atas kekisruhan politik yang sedang terjadi di sana.
“Pengesahan legislasi itu terjadi seiring dengan pembukaan blokade jalan oleh demonstrasi anti-pemerintah, yang mendukung Morales,” begitu dilansir Reuters pada Sabtu, 23 November 2019.
Masyarakat pendukung Morales, yang mayoritas berasal dari masyarakat keturunan India berkulit hitam, telah mengadakan pembicaraan dengan pemerintahan pimpinan Presiden interim, Jeanine Anez, setelah terjadi kerusuhan selama dua pekan terakhir.
Terobosan di Kongres ini terjadi di tengah krisis politik dan saling tuduh antara kubu pemerintahan interim dan massa pendukung Morales mengenai pihak pemicu tindak kekerasan.
Sekitar 30 orang tewas dalam bentrokan antara demonstran dan tentara. Kelompok HAM menuding tentara Bolivia menembaki massa damai dengan peluru tajam.
Morales, yang merupakan tokoh ikonik sosialis di Amerika Latin, telah memerintah selama 14 tahun atau tiga periode. Dia mengundurkan diri dari posisi Presiden pada 10 November 2019 setelah ditekan militer dan polisi agar mundur.
Morales menyebut keputusan mundur ini sebagai akibat dari kudeta dan memilih bersembunyi ke Mexico, yang memberinya suaka politik.
Partai Gerakan Sosialis Bolivia atau MAS, yang mendukung Morales dan menguasai mayoritas kursi di parlemen, mengatakan akan mencari kandidat pengganti untuk maju pada pemilu ulang.
Kongres juga bersepakat menunjuk Komisi Pemilu baru, yang akan ditugasi menetapkan jadwal pemilu.
Legislasi yang baru disepakati juga menyatakan larangan kepada kandidat yang telah menjalani masa kepresidenan selama dua periode. Ini sekaligus menghalangi Morales agar tidak bisa maju lagi.
Anez, yang merupakan senator dari oposisi dan menjadi Presiden interim, dijadwalkan menandatangani legislasi itu pada Ahad ini.
Namun, publik masih belum puas dengan pemerintahan interim Anez. Sejumlah pemimpin masyarakat mendesak Anez segera mencabut undang-undang yang memberi militer kekuasaan berlebih untuk menggunakan kekerasan dalam menjaga ketertiban.
Mereka juga mendesak pemerintah interim tidak menggunakan kekuasaan sementara untuk mempersekusi para tokoh kritis, yang telah mengritik pemerintah pasca kisruh politik terjadi.
Anez sendiri menolak meneken undang-undang yang diusulkan MAS agar melindungi bekas Presiden Evo Morales dari gugatan hukum.
Sebuah video yang dilaporkan menteri dalam negeri menunjukkan seorang lelaki sedang berbicara lewat ponsel dengan seseorang yang memiliki suara seperti Evo Morales. Lelaki itu disebut mengarahkan demonstrasi antipemerintah interim.