TEMPO.CO, Hong Kong – Sekitar seratus demonstran berlindung di salah satu universitas di Hong Kong saat polisi mengepung kampus.
Sejumlah aktivis demonstrasi berusaha keluar dari kampus yang terkepung.
Sebagian lainnya mengatakan mereka berlindung di kampus bukan karena bersiap untuk bentrok dengan polisi tapi karena kesulitan mencari jalan keluar.
“Saya tidak ingin menyerah. Menyerah hanya untuk orang-orang yang bersalah. Tidak satupun dari kami bersalah,” kata Michelle, 20 tahun, yang merupakan seorang mahasiswa di kampus Polytechnic University di Semenanjung Kowloon, seperti dilansir Reuters Kamis, 21 November 2019.
Sampah terlihat menumpuk di sejumlah lokasi di kampus. Sejumlah puing batu dan bom bensin juga terlihat tergeletak di banyak lokasi.
Banyak demonstran yang telah meninggalkan peralatannya termasuk masker gas dan payung.
Banyak bangunan kampus yang mengalami kerusakan dengan ruang-ruang belajar di rusak dan kaca pecah. Namun, listrik dan air masih berfungsi.
Pusat keuangan Asia ini mengalami kemunduran akibat demonstrasi yang diwarnai banyak bentrokan antara demonstran dan polisi. Namun, suasana menjadi lebih tenang dalam dua hari terakhir menjelang digelarnya pemilu Dewan Distrik pada Ahad.
Pemerintah mengatakan masih memonitor situasi untuk melihat apakah pemilu dapat digelar secara aman.
Polytechnic University menjadi satu-satunya kampus yang masih dikuasai aktivis selaa sepekan terakhir, yang diwarnai bentrokan paling keras antara demonstran anti-pemerintah dan polisi.
Demonstrasi ini, seperti dilansir Channel News Asia, mengalami eskalasi sejak lima bulan terakhir akibat penolakan RUU Ekstradisi, yang memungkinkan warga diadili di Cina.
Demonstran menilai dukungan pemerintah Cina atas RUU itu sebagai bentuk intervensi langsung atas kebebasan yang dijanjikan ke Hong Kong saat koloni Inggris itu dikembalikan lagi ke Cina pada 1997.
Saat itu, Beijing berkomitmen dengan sistem satu negara, dua sistem yang memberikan Hong Kong status otonomi. Demonstrasi besar ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Presiden Cina, Xi Jinping, yang mulai berkuasa sejak 2012.