TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Singapura melarang skuter listrik di jalan raya sejak 5 November 2019, tidak disadari berdampak negatif bagi difabel yang mengandalkan kendaraan itu untuk bekerja.
Saire Adnan, 36 tahun, hanya memiliki satu kaki untuk menopang tubuhnya. Dia memanfaatkan skuter listrik yang disewa perusahaan tempat dia bekerja, Grab untuk mengantar makanan yang dipesan pembelinya.
Adnan sudah dua tahun bekerja sebagai pengantar makanan di Grab atau Grabfood. Dia melayani pelanggannya di sekitar kawasan Clementi dengan mengendarai skuter listrik. Setiap hari bekerja, Adnan mampu melayani 12 pesanan makaman setiap hari.
Hal yang diduga tidak diperhitungkan otoritas Singapura dengan larangan penggunaan skuter listrik, Adnan mengalami kesulitan melayani pesanan pelanggan Grabfood karena ketiadaan kendaraan untuk mengantar pesanan pelanggannya.
Menurut laporan Asia One, dia tidak menggunakan kenderaan personal mobilitas yang biasa diberikan ke penyandang difabel di bagian kaki. Penyebabnya, batereinya boros dan tidak dapat digunakan untuk perjalanan jarak jauh.
Pelarangan skuter listrik membuat Adnan tidak dapat bekerja optimal. Ia hanya dapat mengikuti aturan yang berlaku. Adnan tidak sendirian terkena dampak dari larangan skuter listrik di Singapura. Sekitar 300 pengendara skuter listrik melakukan unjuk rasa untuk meminta perhatian pemerintah karena mereka membutuhkannya .