TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panglima Militer Sri Lanka pada era perang, Gotabaya Rajapaksa, bakal menduduki kursi Presiden Sri Lanka setelah mengalahkan rival utamanya, Sekertaris Kabinet Sajith Premadasa. Pemilu Sri Lanka diselenggarakan pada Sabtu, 16 November 2019 atau tujuh bulan setelah negara itu diguncang serangkaian serangan bom bunuh diri yang dilakukan serentak di sejumlah titik.
Dikutip dari reuters.com, separuh dari total pemilih Sri Lanka memberikan hak suara mereka dalam pemilu Sabtu kemarin. Komisi Pemilihan Umum Sri Lanka mengumumkan pada Minggu, 17 November 2019, Rajapaksa unggul dengan 50,7 persen suara. Sedangkan rivalnya Premadasa hanya mendapat 43,8 persen suara.
Dalam politik Sri Lanka, Rajapaksa bukan sosok yang asing. Dia dikenal berjasa mengalahkan kelompok separatis Tamil. Ketika pemberontakan Tamil terjadi pada 10 tahun silam, Sri Lanka dipimpin oleh kakak Rajapaksa atau mantan Presiden Mahinda Rajapaksa.
Rajapaksa berjanji akan memimpin Sri Langka dengan baik demi memberi rasa aman pada 22 juta jiwa populasi penduduknya. Mayoritas masyarakat Sri Lanka adalah umat Budha.
Rajapaksa, 70 tahun, kemungkinan pemimpin nasionalis terbaru yang akan menjadi pemimpin nasionalis terbaru yang berkuasa. Dia dan kakaknya, dipandang lebih dekat dengan Cina, sebuah negara yang telah menginvestasikan miliaran dolar untuk membangun pelabuhan, jalan bebas hambatan, dan sejumlah pembangkit listrik.
Sri Lanka saat ini dihadapkan pada masalah tingginya utang negara itu. Dalam komentar pertamanya, Rajapaksa membuat sebuah catatan perdamaian yang menekankan dia adalah seorang pemimpin bagi seluruh masyarakat Sri Lanka apapun etnis dan identitas agama mereka.
“Karena kita akan menjalani sebuah perjalanan baru, kita semua harus ingat bahwa seluruh masyarakat Sri Lanka adalah bagian dari perjalanan ini. Mari kita berbahagia dengan damai, penuh martabat dan disiplin dalam bersikap seperti yang kami kampanyekan,”kata Rajapaksa melalui Twitter.