TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter sejak Senin, 11 November 2019, dirawat di rumah sakit untuk menjalani sebuah prosedur yang akan menghilangkan tekanan otak setelah dia terjatuh. Carter, 95 tahun, pada Oktober 2019, juga pernah dirawat selama tiga hari karena mengalami patah tulang panggul.
Dikutip dari asiaone.com, tekanan di bagian otak dialami Carter setelah dia jatuh di rumah dan kepalanya terluka. Dia pulih pada keesokan harinya dengan perban menutupi luka 14 jahitan. Namun dia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Universitas Emory untuk menjalani prosedur meredakan tekanan di kepalanya.
“Presiden Carter beristirahat dengan tenang dan istrinya Rosalynn mendampinginya,” tulis yayasan The Carter Center pada Selasa pagi, 12 November 2019, waktu setempat.
Carter menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada 1977 – 1981. Dia dikenal menempatkan komitmen pada penegakan HAM dan keadilan sosial pada pemerintahannya. Dia memiliki pemerintahan yang kuat pada dua tahun kepemimpinanya, termasuk keberhasilannya memediasi sebuah kesepakatan damai antara Israel dan Mesir, yang disebut perjanjian Camp David.
Namun pemerintahan Carter ternodai dengan krisis penyanderaan di Iran dan kegagalan Washington membebaskan 52 warga Amerika Serikat pada 1980 yang disandera di Iran.
Langkah Carter dalam menangani krisis minyak 1979 – 1980, juga mendapat kritik tajam. Antrian Panjang mobil-mobil di pom bensin di kaitkan dengan kepresidenannya.
Namun sering berjalannya waktu, citra positif Carter pasca aktivitas kepresiden mulain menyeruak. Pada 1982, dia mendirikan Yayasan Carter Center untuk mewujudkan visinya dalam diplomasi dunia dan pada 2002 dia mendapat penghargaan Nobel bidang perdamaian atas upayanya yang tak kenal Lelah mempromosikan keadilan sosial dan ekonomi.
Pada Agustus 2015, Carter mengungkap dia mengidap penyakit kanker otak dan menjalani perawatan radiasi.