TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah demonstran dengan tutup kepala pada Sabtu, 9 November 2019, menjarah sebuah gereja Katolik Roma, La Asuncion. Unjuk rasa di Chile sudah memasuki pekan ketiga untuk melawan pemerintah atas kesenjangan sosial.
Dikutip dari tvnz.co.nz, Minggu, 10 November 2019, seorang saksi mata melihat sejumlah orang menyeret bangku gereja, beberapa patung Yesus dan simbol keagamaan lainnya dari dalam gereja ke area jalan. Mereka lalu membakar isi gereja tersebut sebagai barikade sebelum bontrokan dengan polisi terjadi.
Dalam unjuk rasa Sabtu kemarin, asap terlihat membumbung dari Plaza Italia di Ibu Kota Santiago. Disana, ribuan orang meneriakkan semboyan dan membawa spanduk. Ada pula yang menyalakan senter di ponsel sambil mengibar-ibarkan bendera nasional Chile. Walikota Chile memperkirakan sekitar 75 ribu orang memenuhi alun-alun kota Santigo.
Asap juga terlihat dari Universitas Pedro de Valvidia. Belum diketahui apakah para demonstran yang menyalakan api disana. Otoritas berwenang mengaku masih menyelidiki kasus ini.
Unjuk rasa Chile meletup pertama kali pada 6 Oktober 2019 menyoroti tingginya kesenjangan sosial. Sumber: REUTERS/Ivan Alvarado
Laporan televisi lokal menyebut terjadi serangan di tempat-tempat usaha di beberapa area di Ibu Kota Santiago. Sebuah kantor pencatatan sipil terbakar.
Unjuk rasa di Chile dalam 22 hari terakhir sebagian besar berjalan damai, namun beberapa demonstrasi berujung dengan tindak kekerasan. Para demonstran melempar batu ke arah aparat kepolisian yang dibalas dengan tembakan gas air mata dan Meriam air.
Unjuk rasa memprotes kesenjangan sosial ini setidaknya telah menewaskan 20 orang. Palang Merah Chile memperkirakan 2.500 orang mengalami luka-luka. Gelombang protes juga telah membuat acara pertemuan internasional di Ibu Kota Santiago dibatalkan.
Sebagian besar demonstran mengutarakan mereka muak dengan model perekonomian neoliberal yang telah membuat Chile menjadi negara paling makmur di Kawasan Amerika Latin dan sistem pendidikan yang dicampur antara swasta dan negeri. Namun segala kemewahan itu yang kelompok minoritas yang mampu membayarnya.
Banyak warga Chile mengaku harus menunggu sampai setahun hanya untuk bisa berobat ke dokter spesialis. Beberapa keluarga harus menunggu pemakaman sampai berbulan-bulan orang yang mereka kasihi.