TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan kota Phnom Penh, Kamboja membebaskan pemimpin oposisi Kem Sokha dari tahanan rumah hari ini, 11 November 2019 setelah menjalani hukuman itu selama 2 tahun.
Kem Sokha yang lahir 27 Juni 1953 di Tram Kak, Takeo merupakan tokoh HAM terkemuka di Kamboja, pernah menempati sejumlah posisi penting di parlemen maupun di pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen.
Kem Sokha lahir dari keluarga miskin Kamboja. Dia kehilangan ayah dan ibunya saat tragedi penguasa Khmer Merah yang menewaskan sekitar 1,3 juta rakyat Kamboja pada tahun 1975.
Di tengah kesulitan hidup yang sangat berat dan terpaksa tidur di pagoda saat tidak ada uang, Kem Sokha menyelesaikan studi hukum dari Royal University of Law and Economics.
Setelah tragedi Khmer Merah berakhir dan Kamboja dikuasai Vietnam tahun 1979, Kem Sokha menjadi Wakil ketua distrik di Phnom Penh.
Tidak puas dengan penguasa Vietnam, Kem Sokha kemudian mendukung Freedom Fighters, organisasi bawah tanah yang berusaha melawan penguasa Vietnam.
Dia kemudian mundur dari pemerintahan dan meninggalkan Kamboja untuk menghindar dari kemungkinan untuk ditangkap.
Kem Sokha terbang ke Prague, Republik Czech untuk melanjutkan studi di Institute of Chemical Technologi dan meraih Master of Science bidang Biochemistry tahun 1986.
Dia pulang ke tanah air dan bekerja di Kementerian Industri tanpa jabatan berarti karena masa lalunya sebagai pendukung Freedom Fighters.
Tak lama kemudian Kem Sokha dipindah tugas ke perbatasan Thailand dan di sana dia mendirikan perkebunan lada dengan merekrut pekerja lokal. Selama 3 tahun di sana, dia mengembangkan perkebunan lada seluas 10 hektare.
Kem Sokha mendirikan lembaga HAM pertama di Kamboja untuk menangani isu dan masalah korban kekerasan HAM dan membantu korban mendapatkan hak-haknya.
Setahun kemudian, dia meninggalkan organisasi itu dan bergabung dengan partai Buddhiest Liberal Democratic Party sebagai sekretaris jenderal. Dia terpilih sebagai anggota parlemen di tingkat nasional dari wilayah Kandal.
Tiga tahun kemudian, partai ini terbelah, dan Kem Sokha mendirikan partai baru diberi nama Son Sann Party dan menjabat sebagai sekretaris jenderal.
Di tahun 1997, Kem Sokha melarikan diri ke Thailand bersama orang-prang yang menentang kudeta militer yang diinisiasi Cambodia People Party untuk menjatuhkan Perdana Menteri pertama Kamboja, Norodom Rannaridh.
Di Thailand, Kem Sokha mendirikan serikat buruh diberi nama Union of Cambodian Democrats untuk mendukung para imigran dari Kamboja. Dia menjabat sebagai sekretaris jenderal.
Perdana Menteri kedua Kamboja, Hun Sen pada tahun 1998 mengizinkan para imigran pulang ke tanah air mereka dan mengikuti pemilihan umum. Kem Sokha dijagokan ikut pemilu oleh partai Son Sann.
Partai Son Sann kalah pemilu. Kem Sokha dan para pemimpin partai oposisi kemudian menggelar unjuk rasa besar-besaran memprotes berbagai kecurangan dalam pemilu. Pasukan militer dikerahkan untuk meredam unjuk rasa.
Kem Sokha kemudian mendapat status pengungsi di kantor PBB dan kedutaan AS selama 50 hari setelah unjuk rasa itu. Setelah melakukan negosiasi dengan partai FUNCINPEC yang dipimpin Rannaridh dan Hun Sen, Kem Sokha dibebaskan pada tahun 1999.
Di tahun yang sama, FUNCINPEC bergabung dengan partai Son Sann. Kem Sokha sebagai wakil sekretaris jenderal.
Kem Sokha terpilih sebagai senator dan menjadi Ketua Komisi HAM. Dia kemudian mundur dari partai dan Senat tahun 2001 ketika partai itu terinfeksi korupsi.
Kem Sokha setahun kemudian mendirikan Pusta HAM Kamboja yang didukung USAID. Dia menjadi ketua lembaga HAM yang mendidik rakyat Kamboja mengenai HAM.
Lima tahun kemudian, Kem Sokha membentuk partai HAM dan menjadi pemimpin. Partai ini kemudian bergabung dengan partai yang didirikan Sam Rainsy, Cambodia National Rescue Party, CNRP pada tahun 2012.
Dalam pemilihan parlemen, Kem Soha terpilih menjadi anggota parlemen tahun 2014. Dia menyuarakan slogan terkenal saat kampanye, yakni Do Min Do, Berubah atau Tidak Ada Perubahan. Dia terpilih menjabat sebagai wakil ketua pertama parlemen Kamboja.
Kem Sokha yang menikah dan memiliki dua anak perempuan ini ditangkap tahun 2017 atas tuduhan berkolusi dengan Amerika Serikat menggulingkan pemerintahan Hun Sen.
Kem Sokha dibebaskan dari tahanan rumah pada 11 November 2019 dengan jaminan tim pengacaranya. Namun pengadilan ibukota Kamboja melarangnya ke luar negeri dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan politik.