TEMPO.CO, Beirut – Sejumlah pengunjuk rasa Lebanon berdemonstrasi di depan kantor lembaga pemerintah, yang dianggap gagal menyelesaikan krisis ekonomi yang sedang berlangsung pada Jumat, 8 November 2019.
Mereka juga berunjuk rasa di depan kantor sejumlah bank yang dianggap menjadi bagian dari masalah ekonomi negara ini.
Para pengunjuk rasa memblokir sejumlah jalan raya sebagai bentuk protes atas lambatnya kerja pemerintah mengurus perekonomian negara.
Mereka menuding para elit politik yang berhaluan sektarian telah mencuri kekayaan negara untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Berikut ini sejumlah masalah yang sedang melanda Libanon seperti dilansir Reuters:
1. Listrik
Masyrakat Lebanon mengeluhkan kondisi listrik yang sering byarpet. Ini menjadi masalah utama dalam krisis ekonomi yang melanda negara ini.
“Ini merupakan salah satu simbol korupsi yang sedang terjadi,” kata Diyaa Hawshar, seorang warga yang berdemonstrasi di depan kantor pusat perusahaan listrik negara EDL di Beirut. “Kami jadi membayar dua tagihan, satu untuk pemerintah dan satu lagi untuk generator pembangkit listrik.”
Warga dan pengusaha di Lebanon terpaksa mengandalkan mafia generator, yang memiliki koneksi politik. Para mafia generator ini akan menyalakan listrik jika dibayar dengan jumlah besar.
Setiap rumah di Lebanon menanggung biaya bulanan listrik yang tinggi yaitu US$300 – 400 atau sekitar Rp4.2 juta – Rp5.6 juta.
“Ini merupakan penghinaan untuk warga yang membayar mahal tapi mendapatkan layanan listrik yang buruk,” kata Jad Chaaban, profesor ekonomi di American University di Beirut.
2. Telekomunikasi
Demonstran juga menggelar aksi di depan kantor pusat telekomunikasi karena tingginya biaya tagihan bulanan. Ada dua perusahaan telekomunikasi yang menyediakan jasa yaitu Alfa dan Touch.
Kedua perusahaan ini memberikan pendapatan besar bagi pemerintah.
“Kedua perusahaan ini mendapatkan banyak uang. Dan kami dikenai biaya telekomunikasi yang sangat mahal,” kata Rudy al-Haddad, seorang mahasiswa. “Kami tidak bisa terima ini terus berlangsung.”
3. Perbankan
Masyarakat juga berdemonstrasi di depan kantor sejumlah bank karena dinilai menyalurkan kredit dengan tingkat suku bunga tinggi, yang terus dinaikkan.
“Tingkat suku bunga sangat tinggi. Kami tidak bisa bayar,” kata Fatima Jaber, 22 tahun, seorang mahasiswa yang memprotes Bank Sentral Lebanon.
Namun, menurut laporan media lokal, sejumlah politikus justru mendapat subsidi kredit perumahan.
Seorang pejabat Lebanon membenarkan soal ini. Skema kredit kepemilikan rumah murah sebenarnya dirancang untuk disalurkan kepada masyarkat luas, bukan untuk politisi.
Soal ini, bankir mengaku industri mereka sebagai sumber pendapatan pajak terbesar.
Pemerintahan PM Saad Hariri, yang telah menyatakan diri mundur, sempat berencana mengenakan pajak besar untuk laba perbankan Lebanon sebagai langkah darurat menyelamatkan perekonomian.