TEMPO.CO, Jakarta - Turki menahan salah satu istri Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi lebih dari setahun lalu, namun negara itu baru mengungkapnya sekarang karena mereka tidak ingin membuat kehebohan. Hal ini disampaikan oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, lebih dari sepekan setelah al-Baghdadi dilaporkan tewas dalam sebuah penggerebekan oleh Amerika Serikat.
“Saya umumkan untuk pertama kali kalau kami telah menahan istri al-Baghdadi dan kami tidak membuat kehebohan seperti mereka (Amerika Serikat). Kami juga menangkap kakak perempuan al-Baghdadi dan suaminya di Suriah,” kata Erdoga, tanpa memberikan detail lebih lanjut, seperti dikutip dari mirror.co.uk, Kamis, 7 November 2019.
Sumber di pemerintah Turki mengatakan operasi penahanan istri pertama al-Baghdadi terjadi pada 2 Juni 2018. Ketika itu operasi yang dilakukan aparat kepolisian Turki menangkap 11 terduga anggota ISIS di Provinsi Hatay, Turki. Sumber menjelaskan, ada empat perempuan dari jumlah yang ditahan itu dan satu orang diantaranya adalah istri al-Baghdadi yang bernama Asma Fawzi Muhammad Al-Qubaysi. Asma adalah istri pertama al-Baghdadi.
“Kami menemukan identitasnya yang sebenarnya cukup cepat. Ketika itu, dia (Asma) dengan sukarela memberikan informasi soal suaminya itu dan lingkaran dalam ISIS,” kata sumber itu.
Hasil tes DNA mengkonfirmasikan adanya putri al-Baghdadi yang ditahan di sebuah pusat penahanan di Turki. Sebelumnya pada awal pekan ini, Turki mengkonfirmasi telah menahan kakak perempuan al-Baghdadi dan suaminya atau kakak ipar al-Baghadadi.
Al-Baghdadi memimpin kelompok ultra-garis keras, ISIS dan mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah. Dia berkuasa di sejumlah area di Irak dan Suriah pada 2014 - 2017 sebelum wilayah kekuasaan ISIS itu direbut oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo sebelumnya mengatakan dua istri al-Baghdadi juga sudah terbunuh di lokasi penggerebakan pada Oktober lalu. Setelah kematian al-Baghdadi, ISIS menunjuk Abu Ibrahim al-Hashemi al-Quraishi sebagai Pemimpin ISIS yang baru.