TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok bersenjata menyerang pos keamanan Lam Phaya, Distrik Muang, Thailand, pada Selasa malam, menewaskan 15 orang dan melukai tiga lainnya.
Menurut laporan Bangkok Post, 6 November 2019, otoritas mengatakan sedikitnya penyerang berjumlah 10 orang. Kelompok bersenjata mendekati perkebunan karet untuk menyerang pos keamanan di Desa Moo 5 pukul 11.20 malam.
Sebelas warga dan pejabat setempat, terutama relawan pertahanan yang bertugas, ditembak mati selama serangan itu. Empat rekannya yang terluka kemudian meninggal karena lukanya di Rumah Sakit Yala.
Tiga orang yang terluka lainnya dirawat di sana. Dua sukarelawan pertahanan selamat dari serangan tanpa cedera.
Korban tewas termasuk mantan kepala desa dan camat, pejabat camat saat ini, seorang pejabat kesehatan, dan seorang kapten polisi yang mengawasi penyelidikan perbatasan selatan.
Para pemberontak menyebarkan paku-paku di jalan, membakar ban, menebang pohon dan mengebom tiang listrik untuk menghalangi pengejaran.
Para pejabat Thailand mengatakan para penyerang mencuri senapan serbu, dua senapan dan lima pistol dari para korban di pos pemeriksaan.
Petugas penyelamat mendorong tandu yang membawa mayat relawan pertahanan desa yang dibunuh oleh gerilyawan separatis, di sebuah rumah sakit di provinsi Yala, Thailand selatan, 6 November 2019. [REUTERS / Surapan Boonthanom]
Ini adalah serangan tunggal terburuk dalam konflik bertahun-tahun pemberontakan separatis Muslim, yang telah menewaskan ribuan orang.
"Ini sepertinya pekerjaan para pemberontak," kata Kolonel Pramote Prom-in, juru bicara keamanan regional, dikutip dari Reuters.
"Ini adalah salah satu serangan terbesar dalam beberapa waktu terakhir."
Namun, tidak ada klaim pihak yang bertanggung jawab, seperti yang biasa terjadi pada serangan semacam itu.
Pemberontakan separatis yang telah berlangsung satu dasawarsa di provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat yang sebagian besar penduduknya beragama Buddha di Thailand telah menewaskan hampir 7.000 orang sejak 2004, kata Deep South Watch, sebuah kelompok yang memantau kekerasan.
Populasi provinsi, yang dimiliki oleh kesultanan Muslim Melayu independen sebelum Thailand mencaploknya pada tahun 1909, adalah 80 persen Muslim, sedangkan mayoritas Thailand beragama Buddha.
Beberapa kelompok pemberontak di Thailand selatan mengatakan mereka berjuang untuk mendirikan negara merdeka.