TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan ribu warga Irak memadati Baghdad tengah pada hari Jumat menuntut kejatuhan elit politik Irak, yang menjadikannya demonstrasi massa anti-pemerintah terbesar sejak jatuhnya Saddam Hussein.
Komisi Hak Asasi Manusia Irak mengatakan seorang perempuan tewas setelah kepalanya ditembak oleh tabung gas air mata. Setidaknya 155 orang terluka pada hari Jumat ketika pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan peluru karet pada pengunjuk rasa yang berkemah di Tahrir Square di ibu kota, menurut laporan Reuters, 2 November 2019.
Lima orang meninggal pada Kamis malam karena cedera serupa.
Protes telah meningkat secara dramatis dalam beberapa hari terakhir, menarik kerumunan besar dari seluruh sektarian dan etnis Irak untuk menolak partai-partai politik yang berkuasa sejak 2003.
Salat Jumat telah menarik banyak orang untuk berunjuk rasa ke jalan setelah salat.
Menjelang sore, puluhan ribu orang telah memadati alun-alun, mengutuk elit yang mereka lihat sangat korup, terikat pada kekuatan asing dan bertanggung jawab atas privasi sehari-hari.
Protes relatif damai pada siang hari, namun menjadi ricuh setelah gelap ketika polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk memerangi pemuda revolusioner.
Setidaknya 250 orang telah terbunuh dalam sebulan terakhir.
Bentrokan berfokus di Jembatan Republik yang mengarah melintasi Tigris ke Zona Hijau gedung-gedung pemerintah yang sangat dibentengi, tempat para pendemo meneriaki para pemimpin yang bersembunyi di sebuah benteng istimewa dikelilingi tembok.
"Setiap kali kami mencium bau asap dari asapmu, kami ingin sekali melintasi jembatan republik Anda," seseorang menulis di dinding di dekatnya.
Unjuk rasa di Ibu Kota Bagdad, Irak pada Jumat, 1 November 2019. Sumber: MSN.com
Amnesty International mengatakan pada hari Kamis pasukan keamanan menggunakan tabung gas air mata jenis granat militer, atau jenis 10 kali lebih berat dari yang standar.
"Kami damai namun mereka menembaki kami. Apa kita, militan ISIS? Saya melihat seorang pria mati. Saya terkena tabung gas air mata di wajah," kata Barah, 21 tahun, yang wajahnya dibalut perban.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada hari Jumat mendesak semua pihak untuk menolak kekerasan, menambahkan bahwa penyelidikan resmi Irak tentang kekerasan awal Oktober tidak memiliki kredibilitas yang memadai.
"Rakyat Irak berhak atas pertanggungjawaban dan keadilan sejati," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan. "Pemerintah Irak harus mendengarkan tuntutan sah yang dibuat oleh rakyat Irak."