TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rodrigo Duterte menyerahkan kewenangan penegakan hukum kepada wakil presiden Leni Robredo karena kesal kerap mendapat kritikan atas operasi pemberantasan narkoba.
Robredo merupakan aktivis HAM yang maju dalam pemilihan presiden Filipina sebagai oposisi terhadap Duterte. Sehingga saat keduanya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Filipina, pelantikan mereka dilakukan secara terpisah.
Hubungan keduanya semakin memburuk setelah Duterte melancarkan operasi pemberantasan narkoba yang menewaskan ribuan orang.
"Saya akan menyerahkan kekuasaan untuk menegakkan hukum. Saya akan memberikan itu kepada wakil presiden untuk selama enam bulan. Saya akan membiarkan dia melakukannya, mari kita lihat apa yang akan terjadi. Saya tidak akan mencampuri," Duterte menjelaskan langkahnya itu saat menghadiri penunjukan pejabat pemerintah, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, 28 Oktober 2019.
Meski tidak jelas apakah pernyataan Duterte itu sarkastis, namun dia mengatakan akan mengirim surat kepada Robredo. Bahkan dia kemudian mengatakan kepada wartawan Robredo boleh memulai pekerjaannya kapan saja, bahkan mungkin mulai malam ini.
"Andai dia mau, saya dapat menugaskan dia menjadi kaisar obat bius. Saya akan memberinya catatan bersih, jadi dia akan tahu betapa mudah mengendalikan narkoba," Duterte mengejek.
Dalam wawancara dengan saluran ANC hari ini, Robredo memegang teguh prinsipnya terhadap kebijakan Duterte.
"Saya tidak bisa hanya duduk dan melihat ke arah lain. Jika saya melihat sesuatu yang salah, saya merasa itu adalah kewajiban saya untuk menjelaskan apa yang saya lihat, tidak peduli betapa sedikitnya jumlah kita," Robredo menegaskan sikapnya.
Pejabat berwenang Filipina menduga pedagang narkoba dan penggunanya dieksekusi. Lebih dari 7 ribu orang telah dibunuh polisi dalam operasi memberantas perdagangan narkoba. Namun polisi Kamboja mengatakan pihaknya tidak terkait dengan para pembunuh misterius tersebut.