TEMPO.CO, Beirut – Lembaga Dana Moneter Internasional atau IMF mengatakan pemerintah Lebanon agar segera mengimplementasikan reformasi ekonomi untuk mengembalikan kepercayaan dan stabilitas ekonomi.
IMF mengatakan ini setelah para demonstran melanjutkan tekanan kepada para politisi Lebanon, yang dituding korupsi, sambil mendirikan blokade jalan raya di berbagai lokasi.
“IMF mengatakan mengevaluasi kemungkinan pemberian paket reformasi ekonomi darurat seperti diumumkan pemerintah Lebanon pekan lalu, yang dinilai gagal menurunkan tekanan publik dan kurang meyakinkan negara donor,” kata begitu dilansir Channel News Asia pada Senin, 28 Oktober 2019.
Pemerintah mengerahkan jumlah pasukan keamanan lebih banyak pada Senin, 28 Oktober 2019. Namun, pasukan ini tidak mencoba memaksa demonstran untuk memindahkan blokade jalan raya, yang bertebaran di berbagai lokasi dan menghambat pergerakan warga.
Salah satu jalan menuju Beirut pusat terlihat tertutup blokade secara penuh.
Pada Senin, yang merupakan awal hari kerja di Lebanon, warga memblokade jalan arteri utama di berbagai lokasi menggunakan mobil, tenda dan tempat sampah.
“Kami tahu sedang berhadapan dengan otoritas korup dan berbohong. Pemerintah sudah berjanji selama 30 tahun. Kenapa saya harus percaya mereka sekarang?” kata Rawad Taha, 21 tahun, seorang mahasiswa yang memblokade jalan di Beirut seperti dilansir Channel News Asia pada Senin, 28 Oktober 2019.
Taha melanjutkan,”Saya tidak akan meninggalkan jalan raya ini hingga pemerintah mundur atau ada perubahan nyata yang terasa.”
Lebanon mengalami tingkat utang pemerintah tertinggi di dunia. IMF memprediksikan negara ini bakal mengalami defisit fiskal 9.8 persen dari Produk Domestik Bruto pada 2019 dan 11.5 persen pada 2020.
Pemerintahan Perdana Menteri Saad al-Hariri terdiri dari nyaris semua partai utama. Pemerintah berusaha menarik perhatian demonstran dengan janji reformasi termasuk pengesahan UU Anti-Korupsi, dan reformasi keuangan yang telah lama tertunda.
Salah satu masalah yang dihadapi adalah perusahaan pembangkit listrik negara yang menghabiskan dana sekitar US$2 miliar per tahun atau sekitar Rp28 triliun tapi gagal menyuplai listrik untuk semua warga.
“Kita tidak hanya perlu melihat apa isi paket ekonominya tapi juga jadwal waktu implementasi untuk negara seperti Lebanon, yang memiliki defisit anggaran tinggi,” kata Jihad Azour, direktur IMF Timur Tengah untuk Departemen Asia, seperti dilansir Reuters dan dikutip Channel News Asia.
Azour mengatakan,”Reformasi fundamental dibutuhkan di Lebanon untuk mengembalikan stabilitas ekonomi, mengembalikan kepercayaan publik, menstimulus pertumbuhan dan menyediakan solusi untuk isu yang dituntut publik di jalan,” kata Azour.
Secara terpisah, Presiden Lebanon, Michael Aoun, mengatakan siap berdialog dengan demonstran untuk menyelamatkan negara dari kekacauan.
Dia mengatakan ini menyusul unjuk rasa besar-besaran masyarakat terkait krisis ekonomi yang berlangsung.
Asosiasi bank Lebanon mengatakan kantor-kantor bank akan terus tutup pada Jumat, 25 Oktober 2019, atau penutupan hari ketujuh karena kekhawatiran gangguan keamanan. “Saya siap menemui perwakilan Anda, yang membawa keprihatinan Anda, dan mendengarkan tuntutan spesifik Anda,” kata Aoun seperti dilansir Reuters pada Kamis, 24 Oktober 2019.