TEMPO.CO, Washington – Pemerintah Amerika serikat mengakhiri tahun fiskal 2019 dengan defisit terbesar dalam tujuh tahun terakhir.
Ini terjadi karena pendapatan pajak lebih kecil dibandingkan pengeluaran dan meningkatnya pembayaran utang seperti dilansir departemen Keuangan pada Jumat, 25 Oktober 2019.
Defisit ini terjadi di tengah upaya pemerintah AS memperbesar basis para pembayar pajak dan sentimen pertumbuhan ekonomi yang kuat serta tingkat pengangguran yang rendah dalam 50 tahun terakhir.
“Defisit anggaran AS melebar menjadi US$984 miliar atau sekitar 4.6 persen dari produk domestik bruto,” begitu dilansir Channel News Asia pada Sabtu, 26 Oktober 2019. Angka ini setara sekitar Rp13.800 triliun.
Angka ini naik dari defisit tahun fiskal sebelumnya yaitu US$779 atau sekitar 3.8 persen dari total PDB. Angka defisit ini setara sekitar Rp10.900 triliun.
Defisit anggaran pemerintah AS sempat mencapai puncak pada 2009 yaitu sekitar US$1.4 triliun atau sekitar Rp19.700 triliun. Saat itu pemerintahan Presiden Barack Obama sedang berupaya membantu perbankan yang mengalami krisis likuiditas. Pemerintah juga menggelar program stimulus untuk melawan resesi ekonomi.
Defisit ini lalu sempat turun pada masa akhir pemerintahan Obama 2016. Tapi angka ini kembali naik setelah Partai Republik merombak sistem perpajakan dengan menurunkan pajak perusahaan dan juga kenaikan anggaran militer.
USA Today melansir Kantor Anggaran Kongres atau Congressional Budget Office memproyeksikan jumlah defisit anggaran ini akan melampau angka US$1 triliun dalam satu dekade ke depan.
Proyeksi ini bertentangan dengan janji Presiden AS, Donald Trump, yang mengatakan bisa mengurangi defisit anggaran pemerintah federal dengan mengurangi pengeluaran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lewat pemotongan pajak.