TEMPO.CO, Jakarta - Presiden AS Donald Trump pada Rabu mengklaim dirinya berjasa gencatan senjata, yang disebutnya gencatan senjata permanen, antara Turki dan Kurdi Suriah. Trump mengatakan AS telah membawa perdamaian di kawasan Suriah setelah upaya puluhan tahun gagal.
Mengenyampingkan kritik bahwa ia membelokan kebijakan Amerika di Timur Tengah dengan memungkinkan serangan Turki terhadap milisi Kurdi, Trump bersikeras bahwa pendekatannya telah menjinakkan situasi yang berbahaya.
"Turki, Suriah, dan semua bentuk pasukan Kurdi telah berperang selama berabad-abad," kata Trump dari Ruang Diplomatik di Gedung Putih, seperti dikutip dari New York Times, 24 Oktober 2019. "Kami telah melakukan jasa yang luar biasa bagi mereka dan kami telah melakukan pekerjaan dengan baik untuk mereka semua. Dan sekarang, kita keluar."
"Biarkan orang lain memperebutkan pasir berlumuran darah ini," tambahnya.
Dengan mengakhiri kehadiran pasukan Amerika di Suriah timur laut, Trump secara efektif menyerahkan pengaruh Washington di wilayah yang tiga minggu lalu pada dasarnya adalah protektorat Amerika Serikat, ke tangan Rusia, Iran dan Presiden Bashar al Assad dari Suriah.
Baca Juga:
Dengan ancaman sanksi ekonomi dan tuntutan diplomatik, pemerintahan Trump berebut untuk mengakhiri pertempuran antara pasukan Turki dan milisi Kurdi yang terjadi, dan minggu lalu mengirim Wakil Presiden Mike Pence ke Ankara untuk menegosiasikan gencatan pertempuran.
Momentum penting bagi gencatan senjata sebenarnya adalah perjanjian yang dicapai sehari sebelumnya antara Turki dan Rusia untuk bersama-sama menjaga zona perbatasan di Suriah utara dan membersihkannya dari para milisi Kurdi. Tapi Trump mengklaim telah berjasa penuh.
Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden Turki Tayyip Erdogan selama konferensi pers setelah pembicaraan mereka di Sochi, Rusia 22 Oktober 2019. [Sputnik / Alexei Druzhinin / Kremlin via REUTERS]
Trump juga mengumumkan akan mencabut sanksi yang dikenakannya pada Turki atas serangan perbatasannya. Atas arahan presiden, Departemen Keuangan mengatakan telah menghapus sanksi yang diberlakukan bulan ini pada Kementerian Pertahanan Nasional Turki dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam, bersama dengan menteri pertahanan nasional, menteri energi dan sumber daya alam, dan menteri dalam negeri Turki.
Pejabat departemen keuangan tidak menyebutkan kenaikan tarif yang dikenakan oleh Trump pada baja Turki pada saat yang sama Amerika Serikat mengumumkan sanksi pada 14 Oktober. Trump mengatakan pada saat itu bahwa tarif baja di Turki akan naik menjadi 50 persen dari 25 persen.
Namun Trump tidak menyebutkan potensi pelanggaran hukum internasional Turki, tetapi tak lama sebelum dia berbicara, utusan khusus AS untuk Suriah dan Koalisi Global untuk Mengalahkan ISIS, Jim Jeffrey, mengatakan kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR bahwa AS percaya pasukan oposisi yang didukung Turki di Suriah telah melakukan kejahatan perang.
"Kami telah melihat beberapa insiden yang kami anggap sebagai kejahatan perang," kata Jeffrey, dikutip dari CNN.
"Serbuan Turki ke timur laut Suriah adalah sebuah tragedi. Sudah lama kebijakan pemerintah AS dalam dua pemerintahan untuk mencegah hal itu terjadi dan kami jelas tidak berhasil," kata Jeffrey.
Menteri Pertahanan Mark Esper mengatakan pada hari Selasa bahwa sekutu NATO Turki dan sekutunya mungkin bertanggung jawab atas kejahatan perang berdasarkan laporan yang dia lihat.
Turki, sekutu NATO, memandang para milisi Kurdi sebagai teroris. Dalam panggilan telepon 6 Oktober, Presiden Recep Tayyip Erdogan memberi tahu Trump bahwa ia akan menyerang wilayah yang dikuasai Kurdi di Suriah timur laut untuk memerangi mereka; pemimpin Amerika merespons dengan memerintahkan pasukan Amerika Serikat untuk menghindar.
Tetapi banyak Demokrat dan beberapa Republikan terkemuka telah menyebut pengunduran diri pasukan Amerika sebagai bencana kebijakan luar negeri bersejarah yang merusak kredibilitas Washington dengan sekutu, memberi untung saingan Amerika dan memberikan kesempatan bagi ISIS untuk berkumpul kembali di Suriah.