TEMPO.CO, Jakarta - Selama kampanye, Donald Trump telah berjanji mengakhiri keterlibatan Amerika Serikat dalam perang tanpa akhir, namun janjinya bertolak belakang ketika semakin banyak pasukan AS dikerahkan ke luar negeri.
Namun, tidak ada perang yang berakhir, dan lebih banyak pasukan telah dikerahkan ke Timur Tengah dalam beberapa bulan terakhir daripada yang dipulangkan. Trump tidak terlalu banyak mengakhiri perang, karena ia memindahkan pasukan dari satu konflik ke konflik lainnya.
Puluhan ribu pasukan Amerika tetap dikerahkan di seluruh dunia, beberapa di zona perang seperti Somalia, Afganistan, Irak dan bahkan masih ada di Suriah. Amerika Serikat mempertahankan lebih banyak pasukan di luar negeri dari warisan perang setelah serangan 11 September, di negara-negara sekutu seperti Jerman, Korea Selatan dan Jepang.
Meskipun jumlah penempatan berfluktuasi setiap hari, berdasarkan pada kebutuhan komando pusat, pengalihan misi dan kemampuan militer untuk menggeser sejumlah besar personel dengan pesawat transportasi dan kapal perang, perkiraan kasarnya adalah bahwa 200.000 tentara dikerahkan di luar negeri hari ini, menurut laporan New York Times, yang dikutip pada 23 Oktober 2019.
Afganistan (12.000-13.000)
Pada puncak perang, yakni 2010 dan 2011, ada lebih dari 100.000 tentara di Afganistan. Ketika Trump menjabat, angka itu berkisar sekitar 10.000. Strategi baru, diumumkan pada Agustus 2017, dengan menambahkan ribuan lebih pasukan.
Trump telah lama mengeluhkan konflik Afganistan yang sudah berlangsung selama 18 tahun, dengan para pejabat Pentagon khawatir bahwa, pada suatu saat, satu kicauan Trump dapat mengakhiri misi.
Komandan saat ini, Jenderal Austin S. Miller, perlahan-lahan menurunkan jumlah pasukan menjadi antara 12.000 dan 13.000 pada tahun lalu.
Para pejabat Amerika dan Afganistan, berbicara dengan syarat anonim untuk membahas rincian rencana itu, mengatakan ukuran pasukan Amerika akhirnya bisa turun menjadi 8.600, setelah Donald Trump menghentikan perundingan damai dengan Taliban. Alih-alih perintah penarikan formal, Amerika mengurangi pasukan melalui proses bertahap dan tidak mengganti pasukan yang ditarik.
Suriah (sekitar 200)
Seorang tentara Amerika berjalan di dekat kendaraan militer Turki selama patroli AS-Turki bersama, dekat Tel Abyad, Suriah 8 September 2019. [REUTERS / Rodi Said]
Awalnya Amerika hanya mengirim 50 tentara Operasi Khusus pada akhir 2015, namun meningkat menjadi lebih dari 2.000 pada 2017 ketika pasukan Amerika dan Kurdi dan milisi lokal Arab, yang dikenal sebagai Pasukan Demokratik Suriah, sedang memerangi ISIS di Raqqa, ibu kota de facto ISIS.
Pada Desember 2018, sebelum kekhalifahan ISIS runtuh, Trump mengeluarkan perintah pertamanya dari beberapa perintah untuk menarik semua pasukan Amerika dari Suriah. Pada gilirannya, Pentagon mencoba menahan rencana untuk menarik sekitar 1.000 pasukan sambil menjaga sisanya tersebar di sudut timur laut Suriah.
Irak (sekitar 6.000)
Perang yang dimulai sebagai Operasi Pembebasan Irak dan berlangsung dari 2003 hingga 2011 memuncak pada sekitar 150.000 tentara. Hanya detasemen kecil yang tersisa ketika pasukan Amerika meninggalkan semuanya pada tahun 2011. Pada tahun 2014, ISIS merebut perbatasan Suriah-Irak dan mengusir Tentara Irak dari Mosul, yang dulunya adalah kota terbesar kedua di negara itu, dan terus menekan menuju selatan ke pinggiran Baghdad, sebelum dicegat.
Dengan para milisi ISIS mendekati Erbil, Presiden Barack Obama memulai kampanyenya melawan kelompok teroris, yang kemudian dikenal sebagai Operation Inherent Resolve. Kontingen kecil pasukan darat, membantu memburu sasaran teroris dan memberi saran kepada Tentara Irak yang dilanda krisis moral tempur, bertambah menjadi sekitar 5.000 pada 2016.
Jumlah itu hanya meningkat, menjadi sekitar 6.000, ketika pasukan Amerika bergerak dari Suriah utara ke Irak barat.
Arab Saudi dan negara-negara Teluk Persia lainnya (45.000-65.000)
US Air Force KC-135 Stratotankers di landasan 379th Air Expeditionary Wing di pangkalan militer Al Udeid, Qatar, pada 19 Agustus 2017.(Foto National Air Guard AS oleh Master Sgt. Andrew J. Moseley via Washington Times)
Menanggapi serangan dan provokasi Iran sejak Mei, Pentagon telah mengerahkan sekitar 14.000 pasukan tambahan ke wilayah Teluk Persia, termasuk sekitar 3.500 ke Arab Saudi dalam beberapa pekan terakhir. Pasukan itu termasuk pesawat peringatan dini di udara, pesawat patroli maritim, baterai pertahanan rudal dan udara Patriot, pembom B-52, kelompok gugus tempur kapal induk, drone Reaper bersenjata dan personel teknik dan pendukung lainnya.
Tetapi, pada waktu tertentu, antara 45.000 dan 65.000 pasukan Amerika berada di wilayah tersebut, tersebar di antara Yordania dan Oman, ditugaskan untuk mengoperasikan lapangan udara, menjalankan markas besar, kapal perang dan menerbangkan pesawat tempur, dan kadang dikirim ke tempat-tempat seperti Irak dan Afganistan. Jumlahnya berubah secara substansial tergantung pada keberadaan satu atau dua kelompok serangan kapal induk di kawasan itu, dan apakah sekelompok besar Marinir berpatroli di perairan itu.