TEMPO.CO, Riyadh – Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Mark Esper, tiba di Arab Saudi pada Senin, 21 Oktober 2019.
Kunjungan Esper ini terjadi di tengah ketegangan antara Washington dan Teheran serta Rusia yang mencoba memperkuat kehadirannya di Saudi.
Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan AS masih ingin terlihat sebagai mitra pilihan bagi negara-negara di Timur Tengah.
Ini juga untuk mengirim pesan bahwa Rusia bukanlah mitra yang bisa diandalkan baik pada tahap pelatihan ataupun produksi teknologi peralatan militer.
“Lagi pula, kawasan Teluk masih relatif rapuh. Mereka merasa terancam dan bisa dipahami. Mereka memiliki hubungan diplomatik dengan banyak pemain regional dan Rusia, yang aktif di Suriah dan menjadi pemain di Timur Tengah,” kata pejabat senior bidang pertahanan ini seperti dilansir Reuters pada Senin, 21 Oktober 2019.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengirim sinyal bahwa Moskow semakin eksis di kawasan Timur Tengah pada pekan lalu sejak kunjungan pertama di Arab Saudi sejak satu dekade terakhir. Dia menandatangani sekitar 20 kesepakatan dengan Arab Saudi di berbagai bidang meskipun tidak diungkapkan nilainya.
Saat ini, AS telah mengerahkan sekitar tiga ribu pasukan tambahan di Arab Saudi sejak terjadi serangan terhadap fasilitas kilang minyak pada 14 September 2019.
Saudi, Amerika dan negara Eropa menuding militer Iran sebagai pelakunya.
Pemerintah Iran membantah tudingan ini dengan menyebut milisi Houthi sebagai pelaku, yang dibenarkan kelompok mitra Iran di Yaman itu.
Houthi berperang melawan pasukan pemerintah Yaman, yang didukung pasukan Arab Saudi.
Meski telah menambah pasukan di Saudi, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, justru menarik pasukan dari Suriah timur laut. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen AS untuk kawasan Timur Tengah.